Refleksi 80 Tahun Indonesia: Antara Realita dan Impian

- Penulis

Kamis, 7 Agustus 2025 - 10:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kurniawan - 1

i

Kurniawan - 1

Oleh Kurniawan Zulkarnain

Kosnsultan Pemberdayaan Masyarakat dan Dewan Pembina Yayasan Pembangunan Mahasiswa Islam Insan Cita (YAPMIC) Ciputat.

 

Tanggal 17 Agustus 2025  menjadi penanda 80 tahun perjalanan Republik Indonesia sejak pernyataan bersejarah Proklamasi 17 Agustus 1945.

Delapan dekade bukan waktu yang sekejap dalam menapaki sejarah sebuah bangsa. Ia adalah rentang waktu yang penuh dinamika, suka dan duka: perjuangan dan pergolakan serta  pencapaian  terhadap cita-cita maupun usaha keras untuk mewujudkannya.

Momen ini menjadi titik refleksi kritis untuk berhenti sejenak dan berkontemplasi  untuk menilai ulang sudah sejauh mana Indonesia telah memenuhi janji-janjinya—yang diikrarkan oleh para pendiri bangsa tentang kemerdekaan, keadilan sosial, persatuan, dan martabat kemanusiaan.

Sebuah janji Kemerdekaan, sebagaimana tertuang pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yaitu ‘’melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial”.

Untuk memenuhi janji Kemerdekaan dilakukan  tapak demi tapak ibarat membangun sebuah rumah—dari fondasi, dinding hingga atap.

Pemerintah silih berganti dengan membawa karakter masing-masing. Ada yang bercorak demokratis, otoriter dan campuran diantara keduanya.

Tidak perlu disesali, biarlah sejarah mencatatnya.

Aspirasi dan harapan rakyat diserap dan dirumuskan dalam wujud Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk  jangka waktu 20 Tahun, yang kemudian diurai menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk jangka waktu 5 tahun dan jabarkan dalam Rencana Kerja Pembangunan (RKP) untuk jangka waktu tahunan.

Jenis perencanaan yang sama dilakukan juga ditingkat daerah dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Pada Era Orde Baru, Indonesia punya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) untuk jangka waktu 5 tahun, tetapi dengan visi jangka panjang, yang dirinci menjadi Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), yang dirancang secara berulang.

Pada Era Orde Lama, Rencana Pembangunan Nasional dikenal dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT), kemudian berganti nama menjadi Rencana Pembangunan Nasional Smesta Berencana (Repelita Smesta Berencana) untuk jangka waktu 8 tahun (1961-1969).

Sekali lagi biarlah sejarah mencatatnya. Bagi saya, apalah arti sebuah nama seperti kata pepatah dalam Kisah Romeo dan Yuliet. William Shekespeare says what is a name. Apalah arti sebuah nama yang utama apakah rencana itu dapat memenuhi harapan rakyat ?

 

Perjalanan Panjang: Di Mana Indonesia Berada?

Beragam krisis telah menghadang perjalanan bangsa selama 80 tahun.

Krisis politik seperti pemberontakan PKI Madiun tahun 1948, pemberontakan DI/TII, PRRI/Permesta pada 1950-an, Gerakan 30 September (G30S)/PKI tahun 1965–1966, hingga Reformasi dan kejatuhan Orde Baru tahun 1998, telah mengubah arah pemerintahan Indonesia dan memicu krisis kepercayaan.

Selain itu, krisis ekonomi juga melanda, seperti hiperinflasi lebih dari 600% pada 1960-an yang menyebabkan kesulitan ekonomi rakyat, krisis moneter 1997–1998 yang membuat nilai rupiah anjlok dan pengangguran melonjak, serta pandemi COVID-19 pada 2020–2021 yang menyebabkan kontraksi ekonomi, jutaan orang kehilangan pekerjaan, dan pelemahan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Krisis-krisis tersebut tidak menyurutkan perjalanan panjang bangsa.

Berikut adalah kemajuan atau capaian pembangunan dalam 80 tahun perjalanan Indonesia:

Pertama, Capaian Bidang Ekonomi 

Berdasarkan catatan Bappenas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, dan analisis para ekonom, capaian utama meliputi:

(i) Pertumbuhan ekonomi konsisten di kisaran 5,1–5,3% untuk periode 2023–2025 pasca-COVID-19;

(ii) Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat dari sekitar Rp13 triliun (harga berlaku) pada 1950 menjadi Rp20.892 triliun pada 2024, menjadikan Indonesia ekonomi terbesar ke-16 dunia (menurut IMF 2023);

(iii) Struktur perekonomian berubah: dari dominasi sektor pertanian (1950–1970) menjadi sektor jasa (44%) dan industri pengolahan (19%);

(iv) Neraca pembayaran surplus selama lebih dari 40 bulan berturut-turut pada 2022–2023;

(v) Angka kemiskinan turun dari 24% pada krisis 1998 menjadi 8,57% (BPS, Maret 2025), dengan Gini Rasio 0,381 (September 2024) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun menjadi 4,76% atau sekitar 7,28 juta orang (Maret 2025);

(vi) Inflasi terjaga dalam rentang target Bank Indonesia (2–4%);

(vii) Rasio utang pemerintah terhadap PDB sekitar 38,7%, masih dalam batas aman di bawah 60%;

(viii) Infrastruktur ekonomi, seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, bendungan, dan kawasan industri, terus berkembang pesat.

 

Kedua, Capaian Bidang Pendidikan (1945–2025) 

Berdasarkan catatan Bappenas, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), serta kajian para ahli pendidikan, capaian utama meliputi:

(i) Akses pendidikan lebih merata: pada 1945 mayoritas penduduk buta huruf, pada 2024 angka melek huruf mencapai >96% (usia 15 tahun ke atas), dan wajib belajar 12 tahun mulai diterapkan secara bertahap sejak 2013;

(ii) Infrastruktur pendidikan meningkat dengan ribuan sekolah dibangun di seluruh Indonesia;

(iii) Kualitas guru meningkat, mayoritas guru kini bergelar Sarjana (S1);

(iv) Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi meningkat dari ~11% pada 2000 menjadi >34% pada 2024, dengan banyak kampus nasional masuk pemeringkatan Asia dan dunia (misalnya UI, UGM, ITB);

(v) Program Beasiswa Unggulan melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP);

(vi) Akses pendidikan tinggi untuk anak Papua dan daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (3T) meningkat;

(vii) Akses pendidikan bagi penyandang disabilitas meningkat;

(viii) Anggaran pendidikan sebesar ±Rp665 triliun pada APBN 2024 (termasuk belanja pusat dan transfer ke daerah) sesuai amanat UUD 1945 sebesar 20%;

(ix) Program Link and Match antara pendidikan dan industri mulai berjalan di banyak daerah.

 

Ketiga, Capaian Bidang Sosial, Budaya, Politik, dan Demokrasi 

Berdasarkan data resmi, pandangan para ahli, serta evaluasi terhadap RPJPN dan RPJMN, capaian utama meliputi:

(i) Lebih dari 11.000 karya budaya ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB);

(ii) Penguatan identitas dan toleransi budaya melalui konsolidasi semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dalam pendidikan dan media;

(iii) Sektor ekonomi kreatif menyumbang lebih dari 7% PDB, terbesar di ASEAN;

(iv) Pasca-Reformasi 1998, Indonesia berhasil melaksanakan 6 kali Pemilu nasional secara langsung dan ratusan Pilkada;

(v) Tercipta sistem multipartai yang stabil dan keterbukaan media politik;

(vi) Lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Ombudsman semakin berperan dalam pengawasan pemerintahan;

(vii) Pelaksanaan otonomi daerah sejak 2001 memperkuat peran pemerintah lokal dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan;

(viii) Indonesia aktif dalam G20, ASEAN, Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB);

(ix) Sejak 2004, Presiden dipilih langsung oleh rakyat dengan partisipasi pemilih tinggi (misalnya 81% pada 2019);

(x) Lahir dan berkembangnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai bagian dari masyarakat madani, gerakan sosial, dan aktivisme politik masyarakat, terutama pasca-Reformasi.

 

Tantangan dan Pembelajaran untuk Indonesia yang Lebih Baik

Rintangan dalam pembangunan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar: internal dan eksternal. Rintangan internal berasal dari kondisi domestik, seperti lemahnya kapasitas birokrasi, lambatnya proses perizinan, ketidakefisienan, dan korupsi yang menghambat efektivitas serta kredibilitas kebijakan.

Baca Juga:  Hari Konstitusi 2025: Kemerdekaan adalah Gerbang, UUD 1945 adalah Kuncinya

Selain itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah serta konflik politik dan tarik-menarik kepentingan elite juga menjadi tantangan.

Rintangan eksternal meliputi gejolak ekonomi global, krisis ekonomi internasional (misalnya 1998 dan COVID-19), fluktuasi harga komoditas ekspor-impor, persaingan ketat di pasar global, perubahan iklim, dan bencana alam. Rintangan ini menciptakan tantangan sekaligus pembelajaran bagi pembangunan.

 

Pertama, Bidang Ekonomi

Menurut para ahli ekonomi seperti Faisal Basri, Prof. Emil Salim, dan Prof. Boediono, tantangan utama meliputi:

(i) Risiko terjebak dalam middle-income trap jika pertumbuhan ekonomi stagnan tanpa inovasi dan produktivitas, ditunjukkan oleh kurangnya investasi di sektor bernilai tambah tinggi, ketergantungan pada komoditas mentah, serta pendidikan dan keterampilan tenaga kerja yang belum optimal;

(ii) Distribusi pendapatan timpang yang dapat melemahkan daya beli masyarakat dan memicu instabilitas sosial;

(iii) Kesenjangan wilayah (desa-kota, wilayah barat dan timur);

(iv) Konsentrasi aset dan tanah pada kelompok elite serta minimnya pemerataan akses ekonomi;

(v) Perlunya transformasi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan untuk mengikuti tren perdagangan global yang ramah lingkungan, karena ketergantungan pada energi fosil dan lambatnya implementasi ESG (Environmental, Social, Governance);

(vi) Bonus demografi yang bisa menjadi berkah atau bencana, tergantung pada kualitas pendidikan dan lapangan kerja;

(vii) Ketidaksesuaian (mismatch) antara pendidikan dan kebutuhan industri, tingginya pengangguran generasi muda, serta rendahnya produktivitas tenaga kerja.

 

Kedua, Bidang Pendidikan

Menurut para ahli seperti Prof. Anindito Aditomo, Prof. Fasli Jalal, dan Prof. Mohammad Nuh, tantangan utama meliputi:

(i) Kesenjangan kualitas pendidikan antarwilayah dan antarkelompok sosial, ditunjukkan oleh kualitas guru yang tidak merata, fasilitas sekolah di daerah 3T yang sangat terbatas, serta akses internet dan perangkat digital yang belum merata;

(ii) Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa berdasarkan Asesmen Nasional dan PISA, karena fokus pembelajaran masih pada hafalan, bukan pemahaman;

(iii) Kesenjangan capaian antar sekolah dan daerah serta kurikulum yang belum sepenuhnya membangun kemampuan berpikir kritis;

(iv) Ketidaksesuaian pendidikan dengan dunia kerja, karena sistem pendidikan belum sepenuhnya menyiapkan siswa untuk kebutuhan abad ke-21;

(v) Kualitas pendidikan tinggi dan riset yang masih lemah, dengan dana riset yang rendah dibandingkan negara lain.

 

Ketiga, Bidang Sosial, Budaya, dan Demokrasi

Menurut para ahli seperti Prof. Bambang Shergi Laksmono, Dr. Imam Prasodjo, dan Prof. Jeffrey Winters, tantangan utama meliputi:

(i) Ketimpangan ekonomi dan akses layanan dasar (pendidikan, kesehatan) sebagai penyebab konflik sosial dan marginalisasi kelompok rentan;

(ii) Urbanisasi tak terkendali yang menyebabkan disintegrasi sosial, melemahnya ikatan komunal, serta munculnya masalah identitas dan alienasi sosial;

(iii) Tumbuhnya radikalisme berbasis agama di ruang sosial karena lemahnya pendidikan toleransi dan kontrol digital;

(iv) Globalisasi yang menyebabkan westernisasi nilai dan budaya pop asing, menggerus nilai lokal dan literasi budaya;

(v) Pentingnya penguatan pendidikan seni dan sastra agar generasi muda tidak terasing dari warisan budaya;

(vi) Demokrasi yang lebih berfokus pada ritual elektoral ketimbang pemberdayaan warga dan keadilan sosial;

(vii) Indonesia sebagai “oligarki demokratis” di mana elite kaya mendominasi politik melalui modal dan media;

(viii) Maraknya hoaks dan politik identitas yang memecah belah masyarakat serta merusak kualitas deliberasi publik dalam Pemilu.

 

Agenda Utama Menuju Indonesia Maju yang Berkeadilan

Indonesia maju yang berkeadilan merujuk pada kondisi ideal bangsa yang telah mengalami transformasi besar di bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan teknologi, menuju masyarakat yang maju, adil, makmur, dan berdaulat.

Negara yang mampu mengelola sumber daya secara efisien dan adil, dengan masyarakat yang terdidik, sehat, sejahtera, dan berdaya saing tinggi, serta pemerintahan yang efektif, transparan, demokratis, menjunjung supremasi hukum, dan berpihak pada rakyat. Indonesia harus berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

Berdasarkan capaian dan tantangan selama 80 tahun pembangunan, agenda utama menuju Indonesia maju yang berkeadilan, menurut para ahli, meliputi:

 

Pertama, Bidang Ekonomi

(i) Melakukan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan;

(ii) Mendorong hilirisasi industri dan diversifikasi ekonomi;

(iii) Meningkatkan produktivitas sektor pertanian, maritim, manufaktur, dan digital;

(iv) Menguatkan UMKM dan ekonomi kreatif;

(v) Mempercepat transisi menuju ekonomi hijau dan energi berkelanjutan.

 

Kedua, Bidang Pendidikan

(i) Mereformasi sistem pendidikan dengan mengembangkan kurikulum relevan untuk kebutuhan abad ke-21;

(ii) Meningkatkan kualitas guru dan dosen;

(iii) Memeratakan pendidikan antara desa dan kota serta di daerah 3T;

(iv) Menurunkan angka stunting dan meningkatkan kesehatan ibu-anak;

(v) Mengembangkan pendidikan karakter dan keterampilan abad ke-21;

(vi) Memperkuat pelatihan vokasi dan talenta digital.

 

Ketiga, Reformasi Birokrasi dan Pemerintahan Digital

(i) Membangun birokrasi yang adaptif, responsif, dan melayani;

(ii) Memanfaatkan digitalisasi dalam layanan publik dan memperkuat sistem merit;

(iii) Memastikan integritas ASN dan efektivitas kelembagaan.

 

Keempat, Bidang Hukum, Demokrasi, dan Antikorupsi

(i) Menegakkan hukum yang adil dan bebas dari intervensi;

(ii) Mereformasi lembaga peradilan dan penegakan hukum;

(iii) Melaksanakan demokrasi substantif dan melindungi kebebasan sipil;

(iv) Memperkuat KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, serta memastikan profesionalisme dan integritas moral.

 

Kelima, Bidang Pemerataan Pembangunan dan Penguatan Daerah

(i) Mempercepat pembangunan di kawasan timur Indonesia dan pedesaan di daerah 3T;

(ii) Meningkatkan konektivitas dan logistik nasional;

(iii) Mendorong pembangunan berbasis potensi lokal dan inklusi sosial;

(iv) Menghilangkan ketimpangan antarwilayah dan antara desa-kota.

 

Keenam, Bidang Infrastruktur dan Teknologi Inovatif

(i) Mengembangkan infrastruktur cerdas dan berkelanjutan (transportasi, air bersih, listrik, internet);

(ii) Berinvestasi dalam riset, sains, dan inovasi teknologi nasional;

(iii) Mengembangkan pusat keunggulan inovasi di perguruan tinggi dan kawasan industri.

 

Ketujuh, Bidang Ketahanan Sosial, Budaya, dan Lingkungan

(i) Memperkuat peran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM);

(ii) Melaksanakan program pelestarian budaya nasional dan penguatan identitas kebangsaan;

(iii) Membangun sistem perlindungan sosial yang universal dan tangguh;

(iv) Memastikan sistem mitigasi perubahan iklim, bencana, dan pelestarian lingkungan hidup.

 

Dengan terlaksananya agenda utama ini, diharapkan Indonesia dapat mewujudkan visi maju yang berkeadilan. Ditandai dengan ekonomi berdaya saing global berbasis inovasi dan industri hijau. Pendidikan dan kesehatan yang merata, SDM berkualitas tinggi.

Juga demokrasi substantif dengan supremasi hukum yang kuat, partisipasi warga yang tinggi. Digitalisasi yang luas, penguatan identitas nasional yang terbuka terhadap perubahan global, serta pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan dialog, etika, transparansi, dan integritas berbasis nilai-nilai moral.

 

Wallahu ‘Alam Bi Shawab.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel djourno.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Warisan Pemikiran Ekonomi Syafruddin Prawiranegara
Gerakan Protes Rakyat Pati: Sebuah Analisis Sosiologis
Kebijakan Pencegahan Korupsi Jangan Berhenti di Level Formalitas
Desa Wisata: Alternatif Menambah Pundi-pundi Desa
PBB 250 Persen Batal: Kemenangan Rakyat atau Cermin Buram Kebijakan?
Jejak Langkah dan Pemikiran Politik Mohammad Natsir
Beras Berlapis Digital: Solusi Transparansi atau Beban Baru Rantai Pangan?
Memblokir Rekening Dormant: Solusi atau Beban Baru bagi Masyarakat?

Berita Terkait

Jumat, 29 Agustus 2025 - 13:28 WIB

Warisan Pemikiran Ekonomi Syafruddin Prawiranegara

Sabtu, 23 Agustus 2025 - 13:17 WIB

Gerakan Protes Rakyat Pati: Sebuah Analisis Sosiologis

Sabtu, 23 Agustus 2025 - 10:56 WIB

Kebijakan Pencegahan Korupsi Jangan Berhenti di Level Formalitas

Senin, 18 Agustus 2025 - 11:01 WIB

Desa Wisata: Alternatif Menambah Pundi-pundi Desa

Minggu, 10 Agustus 2025 - 13:48 WIB

PBB 250 Persen Batal: Kemenangan Rakyat atau Cermin Buram Kebijakan?

Berita Terbaru

Kolom

Warisan Pemikiran Ekonomi Syafruddin Prawiranegara

Jumat, 29 Agu 2025 - 13:28 WIB