djourno.id—Di tengah gejolak ekonomi global yang terus menguji ketangguhan, Indonesia muncul sebagai mercusuar resiliensi. Angin optimisme bertiup kencang, didorong oleh fundamental ekonomi yang kokoh dan sinergi kebijakan yang terjalin harmonis.
Narasi ketidakpastian perlahan bergeser, digantikan oleh cerita tentang pertumbuhan berkelanjutan yang membumi namun penuh harapan.
Inflasi Terkendali: Fondasi Stabilitas
Laporan terbaru dari DBS Bank menyoroti capaian luar biasa Indonesia dalam menjaga inflasi tetap terkendali, berada dalam kisaran target yang ditetapkan oleh otoritas moneter.
Di saat banyak negara masih bergulat dengan tekanan harga yang tidak menentu, Indonesia mampu mempertahankan stabilitas harga yang menjadi tulang punggung kepercayaan pelaku ekonomi.
“Keberhasilan ini bukan kebetulan,” ujar Dr. Rahmat Hidayat, ekonom senior dari Lembaga Riset Ekonomi Nasional, dalam wawancara eksklusif.
“Inflasi yang stabil memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk bermanuver dengan cerdas. Mereka tidak perlu menaikkan suku bunga secara agresif, bahkan berpotensi menurunkan BI Rate di masa mendatang. Ini adalah kabar baik bagi dunia usaha, karena biaya modal yang lebih rendah akan mendorong investasi dan ekspansi.”
Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) mendukung pernyataan ini. Pada kuartal terakhir 2024, inflasi inti tercatat stabil di bawah 3%, memberikan sinyal positif bahwa tekanan harga barang dan jasa pokok dapat dikelola dengan baik. Stabilitas ini menjadi fondasi penting bagi kebijakan moneter yang lebih fleksibel.
Sinergi Kebijakan: Mesin Ganda Pertumbuhan
Keberhasilan ekonomi Indonesia saat ini tidak lepas dari sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter yang berjalan seirama. Pemerintah, melalui instrumen fiskal, mengalokasikan anggaran secara strategis untuk mendorong pertumbuhan.
Belanja negara difokuskan pada pembangunan infrastruktur, bantuan sosial, dan pengembangan sektor produktif seperti pertanian dan industri kecil. Langkah ini menciptakan efek domino: konsumsi rumah tangga meningkat, daya beli terjaga, dan sektor riil bergairah.
Di sisi lain, Bank Indonesia memainkan peran krusial dalam menjaga stabilitas moneter. Dengan inflasi yang terkendali, BI memiliki ruang untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level yang mendukung pertumbuhan.
Para analis dari Bloomberg Economics memproyeksikan potensi penurunan BI Rate sebesar 25-50 basis poin pada 2025, yang akan semakin menurunkan biaya pinjaman bagi pelaku usaha dan konsumen.
“Biaya modal yang lebih rendah adalah katalis bagi dunia usaha,” jelas Dr. Rahmat. “Pengusaha dapat berinvestasi lebih banyak, memperluas operasional, dan menciptakan lapangan kerja baru. Ini adalah fondasi yang akan memicu pertumbuhan ekonomi dari sisi domestik, yang sangat penting di tengah ketidakpastian global.”
Investasi Asing: Magnet Daya Saing
Optimisme ekonomi Indonesia juga diperkuat oleh kepercayaan investor global. Investasi Asing Langsung (FDI) mengalir deras, mencerminkan pandangan positif terhadap prospek ekonomi jangka panjang Indonesia.
Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), FDI pada 2024 mencapai rekor baru, dengan sektor manufaktur dan hilirisasi sumber daya alam—khususnya nikel—menjadi penyumbang utama.
Hilirisasi nikel, misalnya, telah mengubah lanskap ekonomi Indonesia. Dengan mengolah bahan mentah menjadi produk bernilai tambah, Indonesia tidak hanya meningkatkan ekspor, tetapi juga menciptakan ribuan lapangan kerja baru.
“FDI tidak hanya membawa modal, tetapi juga transfer teknologi dan keahlian,” ungkap Siti Aminah, analis ekonomi dari Universitas Indonesia. “Ini memperkuat daya saing kita di pasar global.”
Aliran FDI juga berperan dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Dengan cadangan devisa yang mencapai USD 150 miliar pada akhir 2024, menurut data BI, Indonesia memiliki bantalan yang kuat untuk menghadapi gejolak eksternal. Rupiah yang stabil membantu menekan inflasi dari sisi impor, menciptakan lingkaran virtus bagi perekonomian.
Jembatan Menuju Masa Depan
Dengan kombinasi inflasi yang terkendali, kebijakan moneter yang fleksibel, dorongan fiskal yang strategis, dan aliran FDI yang deras, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Para ekonom dari Morgan Stanley memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di kisaran 4,8% hingga 4,9%, angka yang mencerminkan ketangguhan di tengah tantangan global.
Namun, tantangan tetap ada. Ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi di beberapa mitra dagang utama, seperti Tiongkok dan Eropa, dapat memengaruhi ekspor Indonesia. Meski demikian, fokus pada penguatan permintaan domestik dan hilirisasi sumber daya alam menjadi bantalan yang efektif.
Optimisme ini bukanlah angan-angan kosong, melainkan narasi yang didukung oleh data, analisis, dan langkah konkret para pemangku kebijakan.
Indonesia kini berlayar dengan keyakinan, membangun fondasi kokoh menuju cakrawala pertumbuhan yang lebih cerah dan sejahtera.
Seperti yang dikatakan oleh Dr. Rahmat, “Ini adalah momen di mana Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa kita mampu melaju ke depan.”