djourno.id—Di tengah peringatan 80 tahun kemerdekaan, Indonesia dipenuhi gelora optimisme yang bercampur dengan kesadaran akan tantangan yang masih membayangi.
Survei yang dilakukan Litbang Kompas pada 24 Juli hingga 1 Agustus 2025 menangkap dinamika ini dengan jelas. Melibatkan 1.200 responden dari 38 provinsi, survei ini menggambarkan harapan masyarakat terhadap visi “Indonesia Emas” 2045, di mana Indonesia diimpikan menjadi negara maju.
Namun, di balik keyakinan itu, isu seperti korupsi, kemiskinan, dan ketidakstabilan ekonomi masih menjadi beban berat.
Sebanyak 67,7% responden yakin Indonesia akan mencapai status negara maju pada 2045, namun tantangan yang ada menuntut perjuangan nyata.
Perbedaan Pandangan Antar-Generasi
Keyakinan akan masa depan Indonesia bervariasi di antara generasi. Milenial madya (usia 36–43 tahun) menjadi kelompok paling optimistis, dengan 74% menyatakan keyakinan kuat terhadap kemajuan bangsa.
Diikuti oleh generasi Baby Boomer (usia 58–76 tahun) dengan 72,7% dan Generasi X (usia 44–57 tahun) dengan 68,5%.
Namun, keraguan muncul di kalangan generasi muda. Milenial muda (usia 28–35 tahun) dan Generasi Z (usia 17–27 tahun) menunjukkan tingkat pesimisme yang lebih tinggi, masing-masing dengan 30,3% dan 28,4% yang tidak yakin.
Semakin muda generasinya, semakin besar keraguan terhadap arah kemajuan bangsa.
Pesimisme ini bukan tanpa alasan. Generasi muda menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penambahan 80.000 penganggur pada Februari 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun angkatan kerja bertambah 3,67 juta orang.
Bagi banyak anak muda, mencari pekerjaan terasa seperti perjuangan berat, sebagaimana terlihat dari antrean panjang pencari kerja di sebuah toko elektronik di Jakarta pada Juli 2025, yang rela datang sejak pukul 06.00 untuk mendapatkan kesempatan wawancara.
Beban Tantangan yang Belum Terselesaikan
Survei ini mengungkap persepsi publik tentang tantangan yang masih menghambat Indonesia. Sebanyak 90,9% responden menyatakan bahwa kemiskinan belum teratasi, dengan 23,85 juta penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Korupsi menjadi keprihatinan yang lebih besar lagi, dengan 89,5% responden menilai Indonesia belum bebas dari praktik ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat 167 kepala daerah terjerat kasus korupsi antara 2004 dan 2024, menegaskan betapa seriusnya masalah ini.
Selain itu, 80% responden merasa kebodohan masih menjadi isu, 69,3% melihat Indonesia masih bergantung pada negara lain, dan 66,9% meyakini intervensi asing masih memengaruhi kedaulatan bangsa.
Tantangan-tantangan ini membentuk prioritas masyarakat menuju 2045. Pemberantasan korupsi dan tata kelola pemerintahan yang bersih menjadi perhatian utama, dipilih oleh 20,5% responden.
Stabilitas ekonomi dan penyediaan lapangan kerja menyusul dengan 17,4%, sementara 15,9% menekankan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pendidikan. Prioritas ini mencerminkan kerinduan akan bangsa yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga adil dan berintegritas.
Merayakan Pencapaian, Menyadari Kekurangan
Meski menghadapi berbagai tantangan, Indonesia telah mencatat pencapaian gemilang selama 80 tahun kemerdekaan. Responden menyoroti pemerataan pembangunan ekonomi (21,1%) dan kemajuan di berbagai bidang (8,8%) sebagai keberhasilan utama.
Infrastruktur menjadi salah satu capaian terbesar, dengan BPS mencatat 550.000 kilometer jalan telah dibangun, menghubungkan wilayah nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota.
Sebanyak 95% jalan nasional dalam kondisi baik atau sedang, ditambah lebih dari 3.000 kilometer jalan tol yang memperkuat konektivitas ekonomi. Program Tol Laut juga mempercepat hubungan antarwilayah, mendorong denyut ekonomi hingga ke pelosok negeri.
Bidang pendidikan dan kesehatan juga menunjukkan kemajuan signifikan. Rata-rata lama sekolah meningkat dari 1,36 tahun pada 1960 menjadi 9,22 tahun saat ini, sementara angka melek huruf melonjak dari 6,1 juta menjadi 255 juta jiwa.
Harapan hidup kini mencapai 72,67 tahun, hampir tiga kali lipat dari era awal kemerdekaan. Program seperti Kartu Indonesia Sehat telah membawa layanan kesehatan gratis hingga ke daerah terpencil seperti Pulau Wetar di Maluku.
Angka kemiskinan turun drastis dari 60% menjadi 8,47%, dan pendapatan per kapita meningkat sepuluh kali lipat menjadi Rp 78,6 juta per tahun.
Namun, survei juga mengungkap kekurangan yang masih ada. Stabilitas ekonomi dan lapangan kerja (20,1%), kesejahteraan sosial serta kemiskinan (18,4%), dan korupsi (15%) menjadi catatan utama yang belum terselesaikan.
Kekurangan ini menegaskan perlunya upaya berkelanjutan agar kemajuan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia.
Peta Jalan Menuju Indonesia Emas
Visi Indonesia Emas 2045 bukan sekadar impian, melainkan panggilan untuk bertindak. Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada 15 Agustus 2025 menegaskan komitmen pemerintah untuk memanfaatkan APBN dan mekanisme pembiayaan inovatif seperti Danantara guna mentransformasi ekonomi.
Namun, suara masyarakat jelas: pemberantasan korupsi, stabilitas ekonomi, dan investasi pada pendidikan serta sumber daya manusia adalah prioritas yang tak bisa ditawar. Bayang-bayang 167 kasus korupsi kepala daerah serta perjuangan jutaan orang untuk mendapatkan pekerjaan menjadi pengingat akan urgensi tindakan nyata.
Indonesia berada di titik krusial. Pencapaian seperti jalan, sekolah, dan populasi yang lebih sehat serta terdidik menjadi bukti ketangguhan bangsa.
Namun, perjalanan menuju status negara maju menuntut lebih dari sekadar pembangunan fisik; ia membutuhkan komitmen pada keadilan, pemerataan, dan kesempatan bagi semua.
Dengan usaha bersama, Indonesia tidak hanya mampu memenuhi, tetapi juga melampaui aspirasi rakyatnya, melangkah percaya diri menuju era emas pada 2045.