djourno.id– Di tengah suasana khidmat menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Presiden Prabowo Subianto berdiri di mimbar Sidang Tahunan MPR RI di Gedung Nusantara, Jakarta.
Dengan gaya khasnya yang tegas namun penuh semangat, ia menyampaikan pidato kenegaraan perdana setelah 299 hari memimpin Indonesia.
Prabowo memaparkan capaian awal pemerintahannya sekaligus visi besar untuk Indonesia yang berdaulat dan sejahtera.
Pidato ini, sebagian tanpa teks, mengalir penuh energi, mencerminkan sosok pemimpin yang ingin menegaskan bahwa kemerdekaan sejati adalah kebebasan dari kemiskinan, kelaparan, dan ketidakadilan.
Ekonomi Pancasila: Swasembada dan Keadilan
Prabowo membuka pidatonya dengan nada optimistis, menegaskan bahwa Indonesia mampu bertahan di tengah gejolak global.
Ia memamerkan pertumbuhan ekonomi 5,12% pada kuartal kedua 2025, realisasi investasi Rp942 triliun yang melampaui target, dan surplus beras lebih dari 4 juta ton sebagai bukti langkah menuju swasembada pangan.
“Kita bukan hanya bicara, kita buktikan!” tegasnya, disambut tepuk tangan meriah. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan, dengan anggaran Rp121 triliun untuk menjamin gizi 83 juta anak Indonesia.
Ia juga menyinggung penghematan APBN hingga Rp300 triliun melalui pemberantasan kebocoran anggaran, yang dialihkan ke program produktif seperti Koperasi Desa Merah Putih.
Namun, di balik angka-angka gemilang, Prabowo tak menutup mata terhadap tantangan. Ia menolak “serakahnomics”—istilah yang ia gunakan untuk mengkritik ekonomi serakah yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Visi Ekonomi Pancasila, yang berpijak pada Pasal 33 UUD 1945, menjadi pegangan untuk memastikan keadilan dan kebersamaan. Hilirisasi di semua sektor, dari pangan hingga energi, ditekankan sebagai kunci menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja.
“Kekayaan kita harus tinggal di Indonesia, bukan mengalir ke luar negeri,” katanya, merujuk pada kebocoran sumber daya alam yang selama ini merugikan bangsa.
Ia juga mengajak dunia usaha, melalui konsep “Indonesia Incorporated,” untuk berkolaborasi dengan deregulasi yang memudahkan investasi tanpa mengorbankan kedaulatan.
Pendidikan: Investasi untuk Generasi Emas
Di bidang pendidikan, Prabowo menegaskan bahwa anak-anak Indonesia adalah aset masa depan. Program MBG bukan hanya soal gizi, tetapi juga jembatan menuju pendidikan yang lebih baik.
“Anak-anak kita harus sehat, cerdas, dan berdaya saing,” ujarnya, seraya menjanjikan pendidikan gratis berkualitas untuk mempersiapkan bonus demografi 2045.
Ia mengumumkan rencana merekrut anak-anak ber-IQ tinggi ke sekolah gratis, dengan harapan mereka menjadi pemimpin masa depan. Koperasi Desa Merah Putih juga diintegrasikan untuk mendistribusikan makanan bergizi, menciptakan ekosistem pendidikan yang holistik.
Namun, Prabowo tak banyak merinci evaluasi lapangan. Di luar ruang sidang, suara rakyat di media sosial mulai mempertanyakan efektivitas MBG, terutama setelah laporan sporadis tentang kasus keracunan makanan di beberapa daerah.
Tantangan logistik dan pengawasan program besar ini masih menjadi pekerjaan rumah, yang meski tak disentuh dalam pidato, menjadi sorotan publik.
Demokrasi Santun Berbasis Budaya Indonesia
Dalam visi demokrasi, Prabowo menawarkan pendekatan yang khas Indonesia: santun, berbasis gotong royong, dan musyawarah.
Ia menolak model demokrasi liberal Barat yang dianggapnya terlalu individualis. “Kita punya cara sendiri, demokrasi yang berakar pada budaya kita,” katanya.
Ia mengajak partai koalisi untuk berani mengkritik pemerintah demi menjaga integritas, sekaligus menegaskan peran oposisi sebagai pengawas yang konstruktif. Pengalaman pribadinya, “lima kali ikut pemilu, empat kali kalah,” disebutnya sebagai bukti ketangguhan demokrasi Indonesia.
Prabowo juga menjanjikan penguatan lembaga penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK untuk memastikan hukum ditegakkan tanpa tebang pilih.
Reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi menjadi pilar penting, dengan seruan agar kekuasaan tidak disalahgunakan.
Namun, ia tak membahas isu konkret seperti keterlambatan eksekusi vonis kasus korupsi atau kriminalisasi politik, yang masih menjadi keluhan masyarakat.
Suara Pengamat: Antara Apresiasi dan Skeptisisme
Pidato ini menuai beragam tanggapan. Prof. Bayu Krisnamurthi, pakar ekonomi dari IPB, memuji fokus pada swasembada pangan, tetapi mengingatkan bahwa surplus beras belum menurunkan harga pangan, dan MBG rentan disalahgunakan tanpa pengawasan ketat.
“Angka pertumbuhan 5,12% itu bagus, tapi rakyat di pasar masih merasakan harga beras tinggi,” katanya dalam wawancara dengan Kompas.
Sementara itu, Prof. Burhanuddin Muhtadi dari UIN Jakarta melihat kontradiksi antara retorika persatuan dan realitas ketidakadilan hukum, seperti kasus politik yang mandek. “Demokrasi santun butuh aksi, bukan hanya kata,” tegasnya.
Di media sosial, pengamat seperti Muhammad Said Didu (@msaid_didu) menyebut pidato ini sebagai “kode keras” untuk pembersihan korupsi di lingkaran kekuasaan, tetapi menantang Prabowo untuk membuktikan dengan tindakan.
King Purwa (@BosPurwa) lebih kritis, menyoroti potensi krisis fiskal dengan utang baru Rp250 triliun dan maraknya judi online yang mencapai Rp1.200 triliun, yang menurutnya menggerus kepercayaan publik.
Akun @poin_opini menyoroti rapor ekonomi yang tak seindah pidato, dengan IHSG anjlok 19,5% dan pelemahan rupiah, yang kontras dengan narasi optimistis Prabowo. KBR (@beritaKBR) juga mencatat keresahan publik atas PHK massal dan insiden MBG, yang membuat capaian pemerintah dipertanyakan.
Refleksi dan Harapan
Pidato Prabowo di HUT RI ke-80 adalah perpaduan antara semangat nasionalisme, data capaian, dan visi besar. Ia berhasil membangun narasi optimisme, dengan seruan “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera” yang menggema.
Namun, di balik retorika yang mengalir, tantangan nyata menanti: harga pangan yang belum stabil, isu transparansi program sosial, dan urgensi reformasi hukum.
Bagi publik, pidato ini adalah janji yang harus dibuktikan dengan aksi nyata. Seperti kata Prabowo sendiri, “Kemerdekaan bukan hanya bebas dari penjajah, tetapi bebas dari penderitaan rakyat.”
Kini, mata rakyat tertuju pada langkah nyata pemerintahan menuju Indonesia Emas 2045.