Djourno.id – Dalam era digital yang berkembang pesat, kebijakan publik menghadapi tantangan baru dalam menavigasi kompleksitas teknologi, data, dan ekspektasi masyarakat. Buku Governance in the Digital Age (2023) karya Mark Bovens dan Willem Tromp, dua akademisi terkemuka dari Utrecht University, menawarkan wawasan mendalam tentang bagaimana pemerintahan dapat beradaptasi dengan transformasi digital untuk menciptakan kebijakan yang lebih responsif, transparan, dan inklusif. Buku ini relevan dengan konteks Indonesia 2025, di mana digitalisasi menjadi pilar utama dalam kebijakan pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur menuju Indonesia Emas 2045. Artikel ini mengulas isi buku, relevansinya dengan kebijakan publik Indonesia, dan wawasan strategis yang dapat diterapkan, sejalan dengan rubrik Literatur djourno.id.
Ringkasan Isi Buku
Governance in the Digital Age (terbitan Cambridge University Press, 320 halaman) terdiri dari tiga bagian utama:
- Kerangka Teoretis: Buku ini mengeksplorasi bagaimana teknologi digital, seperti kecerdasan buatan (AI), big data, dan platform berbasis cloud, mengubah paradigma tata kelola publik. Penulis memperkenalkan konsep “digital governance,” yang menekankan integrasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi, akuntabilitas, dan partisipasi publik.
- Studi Kasus: Bovens dan Tromp menganalisis implementasi digitalisasi di berbagai negara, seperti e-governance di Estonia, smart city di Singapura, dan platform partisipasi publik di Belanda. Mereka menyoroti keberhasilan dan tantangan, seperti kesenjangan digital dan privasi data.
- Rekomendasi Praktis: Buku ini menawarkan panduan bagi pembuat kebijakan, termasuk strategi untuk membangun infrastruktur digital yang inklusif, melatih birokrasi, dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan berbasis data.
Buku ini menggunakan pendekatan berbasis data, dengan analisis kuantitatif dari 20 negara dan wawancara dengan 50 pembuat kebijakan, menjadikannya sumber yang kredibel untuk memahami dinamika tata kelola di era digital.
Relevansi dengan Kebijakan Publik Indonesia 2025
Di Indonesia, transformasi digital menjadi fokus utama dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan (platform Rumah Pendidikan), ekonomi (ekosistem digital ASEAN), dan infrastruktur (smart city dan Kawasan Ekonomi Khusus). Buku ini relevan dengan konteks Indonesia karena menyoroti tantangan yang juga dihadapi di sini, seperti kesenjangan akses digital, kesiapan birokrasi, dan perlindungan data pribadi. Berikut adalah beberapa poin relevansi:
- Kesenjangan Digital
Buku ini menyoroti bahwa 30% populasi di negara berkembang tidak memiliki akses internet, mirip dengan situasi Indonesia di mana hanya 60% sekolah memiliki akses internet pada 2024, dengan angka lebih rendah di wilayah 3T (15%) (Kementerian Komunikasi dan Digital, 2024). Analisis Bovens dan Tromp tentang Estonia, yang mencapai 99% konektivitas melalui kemitraan publik-swasta, dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk mempercepat infrastruktur digital.
- Kesiapan Birokrasi
Penulis menekankan pentingnya pelatihan birokrasi untuk mengadopsi teknologi. Di Indonesia, hanya 30% guru memiliki kompetensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang memadai (RISE, 2024). Rekomendasi buku untuk pelatihan berbasis modul daring dapat mendukung program seperti pelatihan TIK untuk 100.000 guru pada 2026 yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Partisipasi Publik
Buku ini memuji platform partisipasi publik seperti “Decide Madrid” di Spanyol, yang memungkinkan warga memberikan masukan langsung terhadap kebijakan. Di Indonesia, platform seperti Rumah Pendidikan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat diterapkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik.
Wawasan Strategis untuk Indonesia
Berdasarkan ulasan buku, berikut adalah tiga wawasan strategis untuk kebijakan publik Indonesia:
- Infrastruktur Digital Inklusif
Buku ini menyarankan investasi dalam infrastruktur digital yang menjangkau wilayah terpencil melalui kemitraan publik-swasta, seperti model Estonia. Indonesia dapat mengadopsi pendekatan serupa dengan memperluas kerja sama dengan penyedia layanan seperti Telkom atau Starlink untuk mencapai 80% konektivitas sekolah di wilayah 3T pada 2027, dengan estimasi biaya Rp30 triliun (Bappenas, 2024).
- Kapasitas Birokrasi Berbasis Data
Bovens dan Tromp menekankan pelatihan birokrasi untuk mengelola data besar (big data) guna mendukung kebijakan berbasis bukti. Di Indonesia, platform seperti Rumah Pendidikan dapat diintegrasikan dengan analitik data untuk memantau kinerja guru dan siswa secara real-time, meningkatkan efisiensi kebijakan pendidikan.
- Platform Partisipasi Publik
Buku ini merekomendasikan platform digital untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Indonesia dapat mengembangkan fitur partisipasi publik pada Rumah Pendidikan, seperti forum daring untuk masukan orang tua dan guru, untuk meningkatkan penerimaan kebijakan seperti Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Kritik dan Kelemahan Buku
Meskipun komprehensif, buku ini lebih berfokus pada konteks negara maju, sehingga beberapa rekomendasi, seperti adopsi AI dalam birokrasi, kurang realistis untuk negara berkembang seperti Indonesia yang masih bergulat dengan infrastruktur dasar. Selain itu, buku ini kurang membahas isu budaya lokal, yang penting dalam konteks Indonesia dengan keberagaman sosial dan geografis.
Kesimpulan
Governance in the Digital Age karya Mark Bovens dan Willem Tromp adalah sumber penting bagi pembuat kebijakan Indonesia yang ingin memanfaatkan teknologi untuk transformasi publik. Buku ini menawarkan wawasan tentang infrastruktur digital, kapasitas birokrasi, dan partisipasi publik, yang relevan dengan tantangan digitalisasi pendidikan dan ekonomi Indonesia pada 2025. Dengan mengadopsi rekomendasi buku ini, seperti kemitraan publik-swasta dan platform partisipasi, Indonesia dapat memperkuat tata kelola publik menuju visi Indonesia Emas 2045. Buku ini wajib dibaca bagi akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan yang ingin meretas kebijakan publik di era digital.