djourno.id—Di tengah hiruk-pikuk pasar tradisional Pasar Baru, Jakarta, seorang pedagang sayur, Ibu Sari, tersenyum lebar sambil memegang ponsel pintarnya. Di depannya, sebuah stiker kecil bertuliskan “QRIS” menempel sederhana di gerobaknya.
Dengan satu pindai cepat dari ponsel pembeli, transaksi Rp50.000 untuk seikat bayam dan tomat selesai dalam hitungan detik.
“Dulu saya khawatir pakai QRIS, takut ribet. Sekarang? Malah jadi andalan!” ujar Ibu Sari, yang kini melayani ratusan transaksi digital setiap minggunya.
Kisah Ibu Sari adalah cerminan dari revolusi pembayaran digital yang dipimpin oleh Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), sebuah inovasi yang tidak hanya mengubah cara bertransaksi di Indonesia, tetapi juga menarik perhatian dunia.
Ekspansi Global: QRIS Menembus Batas Negara
Pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, Bank Indonesia (BI) mencatatkan sejarah baru: QRIS resmi diluncurkan di Jepang, menjadikannya negara non-ASEAN pertama yang mengadopsi sistem ini.
Peluncuran ini merupakan bagian dari kemitraan strategis antara BI, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang (METI), serta Payment Japan Association (PJA).
“Ini adalah langkah besar bagi ekosistem pembayaran digital Indonesia,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo, menegaskan bahwa QRIS kini terhubung dengan Thailand (sejak Agustus 2022), Malaysia, Singapura, dan kini Jepang, dengan uji coba di China yang dimulai pada waktu yang sama.
Data menunjukkan keberhasilan ekspansi ini. Hingga Juni 2025, transaksi QRIS lintas negara melonjak 188% secara tahunan, mencapai nilai Rp1,66 triliun.
Di Jepang, QRIS memungkinkan turis Indonesia bertransaksi dengan mudah di merchant lokal menggunakan aplikasi pembayaran domestik seperti ShopeePay, GoPay, atau OVO, tanpa perlu menukar mata uang atau membayar biaya konversi kartu internasional.
Sebaliknya, wisatawan Jepang dapat menggunakan aplikasi pembayaran mereka untuk memindai QRIS di Indonesia. Rencana ke depan mencakup perluasan cakupan merchant di Jepang dan interkoneksi dengan China, dengan potensi ekspansi ke Korea Selatan dan Uni Emirat Arab.
Namun, ekspansi ini tidak luput dari tantangan. Laporan National Trade Estimate 2025 dari Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menyebut QRIS sebagai “hambatan perdagangan” karena dianggap membatasi akses pelaku industri global seperti Visa dan Mastercard.
Menanggapi hal ini, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menegaskan bahwa QRIS dirancang sesuai standar internasional EMVCo dan terbuka untuk integrasi global.
“Visa dan Mastercard tetap dominan untuk pembayaran lintas negara. Tidak ada masalah sebenarnya,” katanya, menegaskan bahwa QRIS justru memperkuat kedaulatan digital Indonesia tanpa menghambat perdagangan global.
Revolusi Domestik: Dari Pasar Tradisional hingga E-Commerce
Sejak diluncurkan pada 17 Agustus 2019, QRIS telah mengubah lanskap pembayaran digital di Indonesia. Dengan mengintegrasikan berbagai platform pembayaran—dari dompet digital seperti DANA dan LinkAja hingga mobile banking—QRIS memungkinkan transaksi cepat, aman, dan efisien hanya dengan satu kode QR.
Pada kuartal pertama 2025, BI melaporkan 2,6 miliar transaksi QRIS dengan nilai Rp262 triliun (sekitar US$16 miliar), naik 188% dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah pengguna mencapai 54,1 juta, dengan 34,7 juta merchant, mayoritas dari sektor UMKM.
Keberhasilan ini didorong oleh faktor kenyamanan dan kecepatan. Menurut survei 2024, 49% pengguna memilih QRIS karena kesederhanaannya, 42% karena kecepatan transaksi, dan 22% karena keamanannya.
QRIS Tap, varian berbasis NFC yang diluncurkan pada Maret 2025, mempercepat transaksi dari 5 detik menjadi hanya 0,3 detik, meskipun saat ini hanya tersedia untuk perangkat Android. Di sektor pariwisata dan transportasi, QRIS telah menjadi andalan, dari pembelian tiket di tempat wisata seperti Bali hingga transaksi di pasar tradisional seperti Pasar Baru.
QRIS juga mendorong inklusi keuangan. Dengan biaya transaksi rendah dan kemudahan pendaftaran, UMKM seperti warung makan, pedagang kaki lima, hingga organisasi nirlaba kini dapat menerima pembayaran digital.
Penelitian dari Jurnal Internasional Konferensi menunjukkan bahwa merchant yang menggunakan QRIS melaporkan peningkatan pendapatan sebesar 5-10%, sekaligus mengurangi risiko uang palsu dan pencurian. Di Surakarta, adopsi QRIS meningkat 276% pada 2020, meskipun tantangan seperti literasi digital masih menjadi hambatan.
Suara Publik dan Analis: Apresiasi dan Harapan
Publik Indonesia menyambut QRIS dengan antusias. Di platform X, pengguna seperti @populixco memuji ekspansi internasional QRIS sebagai “keren” dan mencerminkan perkembangan pesat adopsi digital di Indonesia.
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dalam pernyataannya pada Mei 2025, menegaskan bahwa keberhasilan QRIS di Asia menunjukkan Indonesia bukan lagi sekadar konsumen teknologi, tetapi produsen yang diakui dunia. “Capaian ini membuat pihak lain gerah, tapi ini bukti kita mampu,” ujarnya.
Analis juga memberikan pujian. Nofie Iman Vidya Kemal, dosen manajemen teknologi dari Universitas Gadjah Mada, menyebut QRIS sebagai “frugal innovation“—sederhana namun berdampak besar.
“QRIS hanya membutuhkan ponsel, yang sudah dimiliki masyarakat, tapi efeknya disruptif. Ini adalah wujud kedaulatan digital,” katanya dalam wawancara pada April 2025.
Penelitian dari Journal of Marketing Innovation menegaskan bahwa dukungan pemerintah, kepercayaan pengguna, dan kemudahan penggunaan mendorong intensi penggunaan jangka panjang QRIS, dengan 80% merchant yang diuji coba aktif menggunakannya.
Namun, tantangan tetap ada. Infrastruktur internet yang belum merata dan literasi digital yang rendah di beberapa daerah menghambat adopsi penuh.
Christoforus Yoga Haryanto, dalam analisisnya di Medium, menyoroti bahwa QRIS perlu menyeimbangkan standar teknis lokal dengan interoperabilitas global untuk mengurangi gesekan perdagangan. Ia menyarankan pembaruan aplikasi pembayaran untuk mendukung format standar EMVCo tanpa mengorbankan identitas nasional.
Menuju Masa Depan: QRIS sebagai Pionir Ekonomi Digital
QRIS bukan sekadar alat pembayaran, tetapi simbol ambisi Indonesia untuk memimpin transformasi digital di kawasan.
Dengan rencana pengembangan fitur seperti pembayaran cicilan dan program loyalitas terintegrasi, serta ekspansi ke lebih banyak negara, QRIS berpotensi mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran global seperti Visa dan Mastercard.
Jika seluruh ASEAN dan mitra seperti China mengadopsi QRIS, transaksi berbasis dolar AS bisa berkurang signifikan, menciptakan “efek bola salju” bagi kedaulatan ekonomi regional.
Kembali ke Pasar Baru, Ibu Sari kini tidak hanya melayani pelanggan lokal, tetapi juga turis asing yang memindai QRIS-nya dengan aplikasi mereka.
“Dunia sekarang di tangan saya,” candanya, sambil menunjuk ponselnya. Dari pasar tradisional hingga panggung global, QRIS adalah bukti bahwa Indonesia mampu menggetarkan dunia dengan inovasi sederhana namun berdaya guna.