Bagaimana Fadli Zon Mengatasi Royalti Lagu yang Membungkam Musik Indonesia di Kafe

- Penulis

Selasa, 12 Agustus 2025 - 07:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

djourno.id—Di sudut Saka Coffee Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur, aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan suasana yang hening. Tak ada alunan musik yang mengalir dari speaker, hanya suara percakapan pelanggan dan gemerisik cangkir yang sesekali terdengar.

Pada Rabu, 30 Juli 2025, kafe ini, seperti banyak kafe lainnya di Jakarta, memilih untuk tidak memutar musik—bukan karena selera, melainkan karena kekhawatiran akan aturan royalti yang dianggap memberatkan.

Fenomena ini menjadi sorotan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, yang dengan tegas menyatakan, “Jangan sampai masalah royalti membuat lagu Indonesia tak terdengar di kafe.”

Pernyataan Fadli, yang disampaikan saat ditemui di Depok, Jawa Barat, pada 3 Agustus 2025, mencerminkan keresahan yang kini merayap di kalangan pelaku usaha, musisi, dan pencinta musik Indonesia.

Sebagai Menteri Kebudayaan yang baru dilantik pada 21 Oktober 2024 dalam Kabinet Merah Putih di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Fadli membawa visi besar untuk memajukan budaya Indonesia, termasuk memastikan musik nasional tetap hidup di ruang publik.

Ia menegaskan bahwa situasi ini bukan sekadar soal biaya, melainkan ancaman terhadap semaraknya budaya musik nasional.

“Kita berharap lagu-lagu Indonesia semakin semarak. Tinggal bagaimana caranya. Ini harus dibicarakan bersama supaya tidak justru membuat orang-orang khawatir memutar lagu Indonesia di berbagai tempat,” ujarnya.

 

Akar Masalah: Royalti yang Membebani

Persoalan royalti lagu di ruang komersial telah lama menjadi duri dalam daging, tetapi belakangan semakin mencuat setelah sejumlah pelaku usaha, khususnya pemilik kafe dan restoran, mengeluhkan tingginya biaya yang dibebankan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti Karya Cipta Indonesia (KCI) atau Wahana Musik Indonesia (WAMI).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, setiap tempat usaha yang memutar lagu wajib membayar royalti kepada pencipta melalui LMK. Tarifnya bervariasi, mulai dari Rp300.000 hingga Rp1,5 juta per bulan, tergantung pada jenis dan skala usaha.

Bagi kafe kecil seperti Saka Coffee, angka ini bukanlah nominal yang ringan. Data dari Asosiasi Kafe dan Restoran Indonesia (Akindo) pada 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 60% kafe di Jakarta dan kota besar lainnya adalah usaha mikro dan kecil dengan margin keuntungan tipis.

“Kami ingin memutar lagu Indonesia untuk menciptakan suasana yang mendukung budaya lokal, tapi biaya royalti ini terlalu tinggi untuk kami yang baru merintis,” ungkap Rina, pemilik sebuah kafe di Jakarta Selatan, yang kini beralih ke musik bebas royalti dari platform daring.

Akibatnya, banyak pelaku usaha memilih jalan aman: tidak memutar musik sama sekali atau beralih ke lagu-lagu tanpa hak cipta yang sering kali didominasi oleh karya asing.

Fenomena ini, menurut Fadli, menciptakan ironi: di tengah semangat memajukan kebudayaan nasional, lagu-lagu Indonesia justru tersisih dari ruang publiknya sendiri.

“Jangan sampai semangat mendukung hak cipta justru berujung pada pemunduran ruang dengar bagi lagu-lagu kita sendiri,” tegasnya.

 

Kesalahpahaman dan Ketakutan

Fadli menilai, akar masalah ini terletak pada kesalahpahaman dan ketakutan pelaku usaha terhadap aturan royalti.

Banyak yang menganggap aturan ini rumit dan berisiko menimbulkan sanksi hukum jika tidak dipatuhi. “Ada ketakutan di kalangan pelaku usaha. Mereka khawatir kalau memutar lagu Indonesia, tiba-tiba didatangi pihak berwenang atau dituntut bayar denda besar,” jelasnya.

Baca Juga:  Tabir di Balik Mundurnya Dirut Agrinas: Birokrasi Danantara dan Bayang-Bayang Tata Kelola BUMN

Data dari Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan bahwa sepanjang 2023–2024, setidaknya ada 15 kasus sengketa royalti yang melibatkan pelaku usaha kecil dan menengah, dengan denda rata-rata mencapai Rp50 juta per kasus.

Angka ini cukup untuk membuat pemilik kafe berpikir dua kali sebelum memutar lagu-lagu berhak cipta.

Namun, di sisi lain, musisi dan pencipta lagu juga merasa dirugikan. Menurut data KCI, pada 2024, hanya sekitar 30% dari total royalti yang terkumpul benar-benar sampai ke tangan pencipta lagu, dengan sebagian besar terserap untuk biaya operasional LMK dan distribusi yang tidak efisien.

“Kami menciptakan lagu dengan susah payah, tapi royalti yang kami terima sering kali tidak sebanding. Sementara itu, kafe-kafe takut memutar lagu kami karena biayanya mahal,” ungkap Dika, seorang musisi independen asal Bandung.

 

Solusi yang Dicari: Win-Win Solution

Sebagai Menteri Kebudayaan, Fadli Zon mengusung pendekatan kolaboratif untuk menyelesaikan masalah ini.

Ia menyerukan perlunya duduk bersama antara pelaku usaha, pencipta lagu, LMK, dan pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM yang membawahi urusan hak cipta.

“Ya mungkin nanti kita benahi supaya ada jalan keluar yang win-win solution,” katanya. Salah satu ide yang sedang digodok adalah penyesuaian tarif royalti berdasarkan skala usaha, sehingga kafe kecil tidak dibebani tarif yang sama dengan restoran besar atau hotel berbintang.

Selain itu, Fadli juga mendorong digitalisasi sistem pengelolaan royalti untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi.

Pengalaman negara seperti Inggris dengan Performing Right Society (PRS) for Music bisa menjadi acuan, di mana teknologi digunakan untuk memantau pemutaran lagu di ruang publik secara real-time, memastikan royalti sampai ke pencipta dengan lebih cepat dan adil.

“Kita perlu sistem yang tidak hanya melindungi hak cipta, tapi juga mendorong lagu Indonesia tetap hidup di ruang publik,” ujarnya.

 

Menuju Harmoni Baru

Fadli Zon, dengan pengalaman panjang sebagai politisi dan budayawan, kini berada di posisi strategis untuk menjembatani kepentingan pelaku usaha dan pencipta lagu.

Langkah awalnya, seperti yang ia sampaikan, adalah memetakan potensi dan kebutuhan dalam ekosistem kebudayaan, termasuk musik.

Ia juga berencana memperkuat diplomasi budaya dan promosi karya Indonesia di kancah global, seperti yang ia ungkapkan saat menghadiri Konser Kemerdekaan Gita Bahana Nusantara 2025 di Jakarta pada 9 Agustus 2025.

Namun, keberhasilan Fadli dalam menangani isu royalti lagu akan menjadi ujian awal kepemimpinannya.

Di satu sisi, ia harus memastikan pencipta lagu mendapatkan haknya; di sisi lain, ia perlu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaku usaha untuk tetap memutar lagu Indonesia tanpa rasa takut.

Jika berhasil, kafe-kafe seperti Saka Coffee mungkin kembali dipenuhi alunan musik Indonesia, bukan hanya aroma kopi dan keheningan.

Seperti yang Fadli tegaskan, “Kita adalah negara yang kaya budaya, dan budaya harus menjadi kekuatan yang menyatukan, bukan memecah belah.”

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel djourno.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Potret Kemarahan Publik di Media Sosial ke DPR yang Memicu Gelombang Demonstrasi
Presiden Prabowo Respons Tragedi Affan Kurniawan dengan Keprihatinan dan Janji Keadilan
Malu Noel Ditangkap KPK: Komitmen Prabowo Berantas Korupsi Diapresiasi Publik
Mengurai Kegaduhan DPR: Antara Kekecewaan Publik dan Miskomunikasi
Paradoks Kebijakan Perberasan: Antara Petani, Penggilingan, dan Konsumen
Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah: Langkah Berani Atasi Sengkarut Tata Kelola
Mampukah Dasco Kembali Meredam Kemarahan Publik ke DPR?
Harapan di Balik Seruan Bubarkan DPR

Berita Terkait

Jumat, 29 Agustus 2025 - 13:59 WIB

Potret Kemarahan Publik di Media Sosial ke DPR yang Memicu Gelombang Demonstrasi

Jumat, 29 Agustus 2025 - 13:42 WIB

Presiden Prabowo Respons Tragedi Affan Kurniawan dengan Keprihatinan dan Janji Keadilan

Kamis, 28 Agustus 2025 - 15:12 WIB

Malu Noel Ditangkap KPK: Komitmen Prabowo Berantas Korupsi Diapresiasi Publik

Kamis, 28 Agustus 2025 - 09:27 WIB

Mengurai Kegaduhan DPR: Antara Kekecewaan Publik dan Miskomunikasi

Rabu, 27 Agustus 2025 - 12:25 WIB

Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah: Langkah Berani Atasi Sengkarut Tata Kelola

Berita Terbaru

Kolom

Warisan Pemikiran Ekonomi Syafruddin Prawiranegara

Jumat, 29 Agu 2025 - 13:28 WIB