Instruksi Dasco dan Janji Pro-Rakyat Gerindra yang Diuji Api Kemaraha Warga Pati

- Penulis

Senin, 11 Agustus 2025 - 10:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

djourno.id—Di bawah lampu kristal yang berkilau di ballroom Hotel Emerald Garden, Medan, malam itu terasa penuh harapan. Pada 9 Agustus 2025, ratusan kader Partai Gerindra dari Sumatera Utara berkumpul dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) yang lebih dari sekadar rapat rutin—ini adalah panggilan untuk menjaga api kemenangan.

Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian Gerindra dan Wakil Ketua DPR RI, berdiri di podium, suaranya tegas namun penuh makna. “Jangan euforia,” katanya, seolah menyadarkan kader dari mabuk kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Pesannya jelas: Hindari kebijakan tak populer, fokuslah pada langkah-langkah yang menyentuh hati rakyat. “Kita harus membuat kebijakan yang bermanfaat untuk masyarakat,” tegas Dasco, menekankan bahwa nama Gerindra di daerah bukan hanya soal jabatan, tapi tanggung jawab besar untuk menjaga kepercayaan publik.

Di hadapan Gubernur Sumut Bobby Nasution dan para bupati/wali kota, instruksi ini seperti peta jalan: Jangan sampai kekuasaan mengaburkan visi pro-rakyat yang telah membawa Gerindra ke puncak.

Dasco bukan sembarang figur. Pria kelahiran Bandung ini adalah arsitek strategi Gerindra, seorang pengacara yang beralih ke politik dan kini jadi jembatan antara partai dan parlemen.

Dengan pengalaman menyelesaikan konflik pelik seperti sengketa pulau di Aceh atau isu gas melon yang pernah meresahkan masyarakat, ia paham betul bahwa kebijakan lokal bisa jadi bom waktu bagi citra nasional.

Di Sumut, Gerindra punya modal kuat: Bobby Nasution, menantu Jokowi yang kini jadi gubernur, serta sejumlah kepala daerah yang siap menjalankan visi Prabowo-Gibran, seperti program makan bergizi gratis atau koperasi desa.

Tapi, Dasco tahu, satu kebijakan keliru di daerah bisa meruntuhkan kepercayaan yang telah susah payah dibangun. “Kita tidak boleh lengah,” katanya, mengingatkan bahwa politik adalah soal persepsi rakyat, dan persepsi itu rapuh jika kebijakan tak sensitif.

Tapi, hanya dua hari sebelum pidato Dasco menggema di Medan, sebuah drama politik meletup 700 kilometer jauhnya, di Pati, Jawa Tengah.

Di alun-alun kota yang biasanya ramai dengan pedagang kaki lima dan anak-anak bermain, ribuan warga berkumpul pada 6-7 Agustus 2025. Mereka tak datang untuk merayakan Hari Jadi Kabupaten Pati, melainkan untuk meneriakkan “lengser” kepada Bupati Sudewo—kader Gerindra.

Di tengah iring-iringan kirab budaya, Sudewo melambaikan tangan dengan senyum yang oleh netizen disebut “cengengesan,” seolah menantang amarah warga.

Apa pemicunya? Kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan-Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen, yang rencananya diberlakukan mulai 2025. Kebijakan ini, yang oleh Sudewo diklaim untuk mendanai pembangunan infrastruktur, justru jadi percikan api yang membakar kesabaran rakyat Pati.

Pati, kabupaten agraris dengan petani garam di Tayu dan petambak udang di Juwana, bukan tempat yang asing dengan kerasnya hidup.

Tarif PBB-P2 yang belum direvisi sejak 2012 memang perlu penyesuaian, kata Sudewo dalam konferensi pers awal Agustus. “Kita ingin Pati maju, jalan mulus, irigasi lancar, sekolah gratis,” ujarnya, membela kebijakan itu sebagai langkah mengejar pendapatan daerah yang tertinggal.

Tapi, bagi warga seperti Suparno, petani garam berusia 50 tahun, kenaikan pajak dari Rp500.000 menjadi Rp1,75 juta per tahun adalah pukulan telak. “Kami sudah susah cari makan, harga garam jatuh, sekarang pajak naik. Bupati bilang pro-rakyat, tapi ini rakyat dikorbankan,” katanya kepada media lokal.

Baca Juga:  Gerakan Protes Rakyat Pati: Sebuah Analisis Sosiologis

Pedagang di Pasar Pati pun bersuara serupa: Di tengah inflasi pangan dan biaya hidup yang melonjak pasca-pandemi, kebijakan ini terasa seperti pengkhianatan terhadap janji kampanye Gerindra yang mengusung kesejahteraan.

Kemarahan warga Pati mencapai puncak ketika video Sudewo viral di X (sebelumnya Twitter). Dalam video itu, ia menantang demonstran: “Demo saja, saya siap hadapi 50 ribu orang!” Ucapan itu seperti bensin di api unggun.

Tagar #SudewoLengser dan #GerindraMiskinkanRakyat ramai di X, dengan pengguna seperti @felix_htgalung memperingatkan: “Kalau ini berhasil di Pati, bupati lain akan ikut menaikkan pajak.” Pengguna lain, @Hendri_Mantis, menyindir: “Gerindra bilang pro-rakyat, tapi bupatinya bikin rakyat sengsara.

Ini kebijakan pusat atau ulah sendiri?” Demo pun makin membesar, dengan warga bahkan menggalang donasi sembako untuk mendukung aksi. Solidaritas ini menunjukkan betapa dalamnya luka yang ditinggalkan kebijakan itu.

Bagi Gerindra, kasus Pati adalah tamparan keras, terutama karena bertolak belakang dengan instruksi Dasco di Medan.

Sudewo, sebagai kader yang dekat dengan elite partai, seharusnya jadi teladan. Ia bukan politisi sembarangan: Lulusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro, mantan Kepala Dinas Perhubungan Jateng, dan Penjabat Bupati Pati sejak 2022, ia punya rekam jejak teknokratis yang kuat.

Didukung penuh Gerindra di Pilkada 2024, kemenangannya atas lawan-lawan dari PDIP dan Golkar menegaskan Pati sebagai salah satu basis partai. Tapi, kebijakan pajaknya menunjukkan celah: Komunikasi yang buruk dan kurangnya konsultasi publik membuat kebijakan yang mungkin logis di atas kertas jadi bencana di lapangan.

Analis politik Ray Rangkuti dari Lingkar Madani menyebut ini sebagai “kegagalan membaca denyut rakyat,” mengingatkan bahwa kebijakan tak populer seperti ini bisa jadi pelajaran pahit bagi Gerindra.

Gerindra tampaknya menjadikan Pati sebagai cermin. Pada 8 Agustus, Sudewo akhirnya meminta maaf dan berjanji meninjau ulang kebijakan. “Saya dengar aspirasi rakyat, kami akan evaluasi demi kesejahteraan,” katanya dalam pernyataan resmi.

Bahkan, Presiden Prabowo turun tangan: Dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 6 Agustus, ia tegas menolak kebijakan yang “memiskinkan rakyat,” dan konon memerintahkan Sudewo membatalkan kenaikan pajak karena kondisi ekonomi yang sulit.

Langkah ini seolah menegaskan bahwa instruksi Dasco bukan isapan jempol, melainkan panduan wajib untuk menjaga citra partai. Di Sumut, Bobby Nasution menunjukkan contoh lain: Ia fokus pada kebijakan pro-rakyat seperti harga gabah Rp6.500/kg, program makan bergizi gratis dengan 1.700 dapur SPPG, dan Koperasi Merah Putih yang sudah raup Rp2 miliar.

Ini kontras dengan Pati, menegaskan bahwa keberhasilan lokal bergantung pada keselarasan dengan visi pusat.

Kasus Pati kini jadi pelajaran di internal Gerindra: Kebijakan tak populer bukan hanya soal angka, tapi soal hati rakyat.

Dasco sudah memperingatkan, tapi Sudewo membuktikan betapa mudahnya terpeleset di tengah tekanan anggaran daerah.

Publik terus mengingatkan: “Gerindra harus introspeksi, jangan sampai janji pro-rakyat cuma di mulut.”

Apakah Gerindra bisa belajar dari kegagalan ini dan memastikan kadernya tak lagi melangkah ke jurang yang sama?

Di alun-alun Pati, sorakan warga masih bergema, menunggu bukti nyata bahwa partai ini benar-benar mendengar.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel djourno.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Potret Kemarahan Publik di Media Sosial ke DPR yang Memicu Gelombang Demonstrasi
Presiden Prabowo Respons Tragedi Affan Kurniawan dengan Keprihatinan dan Janji Keadilan
Malu Noel Ditangkap KPK: Komitmen Prabowo Berantas Korupsi Diapresiasi Publik
Mengurai Kegaduhan DPR: Antara Kekecewaan Publik dan Miskomunikasi
Paradoks Kebijakan Perberasan: Antara Petani, Penggilingan, dan Konsumen
Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah: Langkah Berani Atasi Sengkarut Tata Kelola
Mampukah Dasco Kembali Meredam Kemarahan Publik ke DPR?
Harapan di Balik Seruan Bubarkan DPR

Berita Terkait

Jumat, 29 Agustus 2025 - 13:59 WIB

Potret Kemarahan Publik di Media Sosial ke DPR yang Memicu Gelombang Demonstrasi

Jumat, 29 Agustus 2025 - 13:42 WIB

Presiden Prabowo Respons Tragedi Affan Kurniawan dengan Keprihatinan dan Janji Keadilan

Kamis, 28 Agustus 2025 - 15:12 WIB

Malu Noel Ditangkap KPK: Komitmen Prabowo Berantas Korupsi Diapresiasi Publik

Kamis, 28 Agustus 2025 - 09:27 WIB

Mengurai Kegaduhan DPR: Antara Kekecewaan Publik dan Miskomunikasi

Rabu, 27 Agustus 2025 - 12:25 WIB

Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah: Langkah Berani Atasi Sengkarut Tata Kelola

Berita Terbaru

Kolom

Warisan Pemikiran Ekonomi Syafruddin Prawiranegara

Jumat, 29 Agu 2025 - 13:28 WIB