Sunyi di Balik Cangkir Kopi: Royalti Musik yang Mengubah Wajah Kafe Indonesia

- Penulis

Minggu, 10 Agustus 2025 - 11:13 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

djourno.id—Pagi itu, sebuah kafe kecil di sudut Jalan Proklamasi, Jakarta, terasa berbeda. Tak ada alunan gitar akustik yang biasanya mengiringi obrolan pelanggan. Yang terdengar hanya denting sendok di gelas dan suara mesin espresso.
“Biasanya saya putar playlist lagu Indonesia 2000-an,” ujar Rani, pemilik kafe itu, sambil mengusap meja. “Tapi sejak aturan royalti ini, saya takut. Daripada nanti kena tagihan, ya sudah, sunyi saja.”

Sunyi yang ia maksud bukan sekadar hilangnya musik, tapi juga suasana. Rani adalah satu dari banyak pelaku usaha yang memilih mematikan musik setelah pemerintah melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menerapkan kewajiban membayar royalti bagi setiap pemutaran musik di ruang publik.

Aturan ini berlandaskan UU Hak Cipta No. 28/2014 dan PP No. 56/2021, yang menyebut bahwa setiap restoran, kafe, hotel, salon, pusat kebugaran, dan tempat publik lain yang memutar musik untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti kepada pencipta lagu melalui LMKN.

 

Antara Hak Cipta dan Harga Kopi

Bagi pencipta lagu, kebijakan ini adalah kabar baik. “Kalau musiknya dipakai, ya wajar dibayar. Ini bentuk apresiasi kepada pencipta,” kata Ikke Nurjanah, Komisioner LMKN. Ia menegaskan, kewajiban itu ada pada pengelola usaha, bukan pada musisi yang membawakan lagu di tempat tersebut.

Tarifnya bervariasi, namun untuk kafe, nilainya bisa sekitar Rp120 ribu per kursi per tahun—setengahnya untuk pencipta, setengahnya untuk pemilik hak terkait.

Namun, bagi pelaku usaha kecil, angka itu bukan sekadar “biaya tambahan”. “Kami sudah bayar pajak, listrik, gaji pegawai, bahkan langganan platform musik legal. Sekarang harus bayar lagi? Berat,” keluh Haka Wallesa dari Asosiasi Pengusaha Kafe dan Resto (Apkrindo) Jawa Timur.

Akibatnya, banyak kafe menghapus musik dari daftar menu hiburan mereka. Ada yang beralih memutar lagu ciptaan sendiri, suara alam, atau bahkan hanya membiarkan ruang dipenuhi percakapan pelanggan.

 

Musik Lokal vs Musik Luar

Ironisnya, kebijakan ini memicu fenomena yang tak diduga: sebagian kafe lebih memilih memutar musik luar negeri atau lagu bebas royalti yang diunduh dari internet.

Baca Juga:  God Works in Mysterious Ways: Debat Pakar atas Kebijakan Abolisi dan Amnesti Prabowo

Alasannya sederhana: untuk menghindari pembayaran royalti kepada LMKN, terutama bila katalog lagu itu tak masuk dalam daftar yang dikelola lembaga tersebut.

Namun, langkah ini memunculkan pertanyaan lain: apakah kebijakan yang dimaksudkan untuk melindungi musisi Indonesia justru membuat musik mereka tersingkir di ruang publik?

 

Musisi yang Membebaskan

Tak semua musisi setuju menarik royalti dari kafe atau restoran. Ahmad Dhani, misalnya, mengumumkan lagu-lagu Dewa 19 bisa diputar gratis bagi siapa pun yang menghubungi timnya.

Rhoma Irama pun mengatakan, “Silakan nyanyikan lagu saya, nggak saya tagih.” Ucapan ini langsung viral, disambut hangat pemilik usaha kecil yang merasa mendapat “napas tambahan”.

Bahkan band Juicy Luicy dan musisi Charly Van Houten ikut menyatakan hal serupa. Bagi mereka, yang terpenting adalah lagu mereka tetap hidup di telinga publik.

“Musik itu harusnya dinikmati, bukan membuat orang takut,” kata Uan Kaisar, vokalis Juicy Luicy.

Meski begitu, ada musisi yang menilai masalahnya bukan pada konsep royalti, tapi pada mekanisme pemungutan dan distribusi.

Anji, penyanyi sekaligus penulis lagu, mengkritik sistem perhitungan berbasis jumlah kursi, yang menurutnya tak mencerminkan pemakaian lagu yang sebenarnya. Ia khawatir royalti yang dibayar kafe tak sampai ke pencipta secara adil.

Pemerintah, melalui Menparekraf Riefky Harsya, mengakui perlunya keseimbangan: “Pencipta harus menerima royaltinya, tetapi pengguna juga perlu kebijakan yang fair.”

 

Antara Sunyi dan Suara

Kembali ke kafe milik Rani, siang itu ia mencoba memutar lagu instrumental ciptaan temannya.

Pelanggan memang tak keberatan, tapi ia rindu suasana ketika pengunjung ikut bersenandung kecil mengikuti lirik lagu. “Musik itu jiwa tempat ini,” katanya. “Kalau hilang, rasanya hambar.”

Di satu sisi, kebijakan royalti adalah langkah maju untuk menghargai karya. Di sisi lain, ia menguji daya tahan pelaku usaha kecil yang kini harus memilih antara mempertahankan suasana atau memangkas biaya.
Pertanyaannya, apakah mungkin menemukan titik temu—di mana kopi tetap nikmat, suasana tetap hangat, dan musisi tetap mendapatkan haknya?

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel djourno.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Potret Kemarahan Publik di Media Sosial ke DPR yang Memicu Gelombang Demonstrasi
Presiden Prabowo Respons Tragedi Affan Kurniawan dengan Keprihatinan dan Janji Keadilan
Malu Noel Ditangkap KPK: Komitmen Prabowo Berantas Korupsi Diapresiasi Publik
Mengurai Kegaduhan DPR: Antara Kekecewaan Publik dan Miskomunikasi
Paradoks Kebijakan Perberasan: Antara Petani, Penggilingan, dan Konsumen
Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah: Langkah Berani Atasi Sengkarut Tata Kelola
Mampukah Dasco Kembali Meredam Kemarahan Publik ke DPR?
Harapan di Balik Seruan Bubarkan DPR

Berita Terkait

Jumat, 29 Agustus 2025 - 13:59 WIB

Potret Kemarahan Publik di Media Sosial ke DPR yang Memicu Gelombang Demonstrasi

Jumat, 29 Agustus 2025 - 13:42 WIB

Presiden Prabowo Respons Tragedi Affan Kurniawan dengan Keprihatinan dan Janji Keadilan

Kamis, 28 Agustus 2025 - 15:12 WIB

Malu Noel Ditangkap KPK: Komitmen Prabowo Berantas Korupsi Diapresiasi Publik

Kamis, 28 Agustus 2025 - 09:27 WIB

Mengurai Kegaduhan DPR: Antara Kekecewaan Publik dan Miskomunikasi

Rabu, 27 Agustus 2025 - 12:25 WIB

Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah: Langkah Berani Atasi Sengkarut Tata Kelola

Berita Terbaru

Kolom

Warisan Pemikiran Ekonomi Syafruddin Prawiranegara

Jumat, 29 Agu 2025 - 13:28 WIB