Kemarahan terhadap Bupati Pati: Dari Kebijakan Kontroversial hingga Tuntutan Mundur

- Penulis

Minggu, 10 Agustus 2025 - 10:59 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

djourno.id—Di tengah hiruk-pikuk politik lokal Indonesia, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menjadi sorotan nasional pada Agustus 2025.

Bupati Pati, H. Sudewo, ST, MT, yang baru menjabat sekitar lima bulan sejak dilantik pada 20 Februari 2025, mendadak menjadi target kemarahan publik.

Kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen memicu gelombang protes, diikuti sikap arogan yang menantang warga untuk berdemo.

Warga Pati, yang merasa terbebani di tengah kesulitan ekonomi pasca-pandemi, tak tinggal diam. Mereka mendirikan posko donasi, menggelar aksi, dan bahkan menuntut Sudewo mundur.

Kisah ini bukan hanya tentang pajak, tapi juga tentang arogansi kekuasaan yang bertabrakan dengan aspirasi rakyat.

 

Profil Politik Sudewo

Sudewo, lahir di Pati pada 11 Oktober 1968, adalah sosok putra daerah yang telah malang-melintang di dunia politik Jawa Tengah.

Latar belakang pendidikannya kuat di bidang teknik: lulus S1 Teknik Sipil dari Universitas Diponegoro dan S2 Teknik Pembangunan dari Universitas Gadjah Mada.

Sebelum terjun ke politik, Sudewo aktif berorganisasi, termasuk di berbagai kelompok pemuda dan profesional. Ia dikenal dekat dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang kini menjabat Presiden RI.

Sebagai kader Gerindra, Sudewo memiliki profil politik yang progresif di mata partainya. Ia pernah menjabat sebagai anggota DPR RI selama dua periode: 2009-2013 dan 2019-2024.

Pada Pemilu 2024, ia kembali terpilih sebagai anggota DPR, tapi memilih mundur untuk maju sebagai calon bupati Pati.

Kemenangannya di Pilkada Pati 2024, berpasangan dengan Wakil Bupati Risma Ardhi Chandra, menandai puncak karirnya di tingkat lokal. Domisilinya di Desa Slungkep, Kecamatan Kayen, Pati, membuatnya dianggap sebagai representasi asli warga setempat.

 

Dari DPR ke Kursi Bupati

Perjalanan karir Sudewo dimulai dari akar rumput. Lahir dan besar di Pati, ia memulai kiprah politiknya sebagai teknokrat yang fokus pada pembangunan infrastruktur.

Pada periode pertama di DPR (2009-2013), ia aktif di Komisi V yang menangani infrastruktur dan transportasi. Setelah sempat hiatus, ia kembali ke DPR pada 2019-2024, di mana ia dikenal sebagai pendukung setia agenda Gerindra, termasuk isu pembangunan daerah dan ekonomi rakyat.

Jejak rekamnya tidak selalu mulus. Sebelum menjadi bupati, Sudewo pernah terlibat dalam isu lokal seperti dukungan terhadap calon gubernur Jawa Tengah Ahmad Lutfi pada 2024, yang dikaitkan dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa di Pati.

Baca Juga:  Pagi Terlalu Dini, Malam Terlalu Ketat: Mengapa Kebijakan Dedi Mulyadi Memicu Badai Protes?

Namun, karirnya di DPR relatif bersih dari skandal besar, dengan fokus pada advokasi pembangunan Jawa Tengah. Transisinya ke bupati pada 2025 diharapkan membawa perubahan positif, tapi justru menuai kontroversi sejak awal.

 

Tipikal Kebijakan Sudewo

Kebijakan Sudewo sebagai bupati cenderung ambisius, bertujuan meningkatkan pendapatan daerah untuk program pembangunan. Contohnya, kenaikan PBB-P2 hingga 250 persen, yang diklaim untuk memajukan infrastruktur dan layanan publik.

Kebijakan ini sebenarnya mengikuti perubahan regulasi nasional, tapi implementasinya di Pati dianggap terlalu ekstrem. Selain itu, ia sempat mengubah sistem pembelajaran menjadi 6 hari seminggu, yang juga menuai kritik sebelum akhirnya dicabut.

Ada pula kontroversi atas penampilan artis seperti Trio Srigala di pendopo kabupaten, yang dianggap tidak pantas.

Tipikal kebijakannya adalah pendekatan “cepat dan tegas” untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), tapi sering kali kurang melibatkan konsultasi publik.

Pada akhirnya, banyak kebijakan ini dibatalkan akibat tekanan masyarakat, seperti pembatalan kenaikan PBB pada 8 Agustus 2025. Kritikus menilai gaya kepemimpinannya mirip premanisme, dengan penyitaan bantuan donasi warga sebagai contoh.

 

Arogansi dan Beban Ekonomi

Kemarahan publik meledak ketika Sudewo menantang warga: “Jangan hanya 5 ribu orang, 50 ribu orang suruh kerahkan, saya tidak akan gentar.”

Pernyataan ini, di tengah kenaikan PBB yang membebani rakyat kecil, dianggap arogan dan tidak empati. Warga Pati, yang banyak bergantung pada sektor pertanian dan UMKM, merasa kebijakan ini menjerat leher mereka di saat harga kebutuhan pokok naik dan PHK marak.

Protes berlanjut dengan aksi massa, seruan “Lengserkan Sudewo” di posko donasi, dan bahkan lemparan botol air saat bupati mendatangi lokasi.

Gubernur Jawa Tengah Ahmad Lutfi pun menegur: “Jangan arogan!” Di media sosial X, sentimen negatif mendominasi, dengan tagar seperti PatiMenggugat dan PatiDarurat. Menteri Dalam Negeri juga berencana mengecek kebijakan ini.

Akhirnya, Sudewo meminta maaf dan membatalkan kenaikan PBB, tapi tuntutan mundur tetap bergaung.

Kasus ini menjadi pelajaran: kekuasaan harus melayani, bukan menantang rakyat. Di Pati, revolusi kecil dari bawah sedang berlangsung, mengingatkan bahwa suara publik tak bisa diabaikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel djourno.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Kemacetan TB Simatupang: Noda di Tengah Upaya Pramono Anung Atasi Macet Jakarta
Pramono Pangkas Trotoar TB Simatupang: Solusi Kemacetan atau Pengorbanan Pejalan Kaki?
Pajak Daerah dan Stabilitas Sosial: Antara Ambisi Fiskal dan Gelombang Protes
Warga Jateng Puas Kinerja Ahmad Luthfi di Kesehatan, Tersandung di Lapangan Kerja
Tertekan Dampak Transfer Pusat Dipangkas: Pemerintah Daerah Naikkan Pajak, Picu Protes Besar
Survei Litbang Kompas: Warga Jawa Barat Menanti Solusi Ekonomi dari Dedi Mulyadi
Survei Litbang Kompas: Warga Jawa Barat Kecewa Kinerja Dedi Mulyadi Atasi Lapangan Kerja   
Gelombang Kenaikan Pajak Daerah dan Riak Perlawanan Rakyat

Berita Terkait

Rabu, 27 Agustus 2025 - 12:14 WIB

Kemacetan TB Simatupang: Noda di Tengah Upaya Pramono Anung Atasi Macet Jakarta

Minggu, 24 Agustus 2025 - 12:45 WIB

Pramono Pangkas Trotoar TB Simatupang: Solusi Kemacetan atau Pengorbanan Pejalan Kaki?

Jumat, 22 Agustus 2025 - 18:25 WIB

Pajak Daerah dan Stabilitas Sosial: Antara Ambisi Fiskal dan Gelombang Protes

Rabu, 20 Agustus 2025 - 10:10 WIB

Warga Jateng Puas Kinerja Ahmad Luthfi di Kesehatan, Tersandung di Lapangan Kerja

Selasa, 19 Agustus 2025 - 15:22 WIB

Tertekan Dampak Transfer Pusat Dipangkas: Pemerintah Daerah Naikkan Pajak, Picu Protes Besar

Berita Terbaru

Kolom

Warisan Pemikiran Ekonomi Syafruddin Prawiranegara

Jumat, 29 Agu 2025 - 13:28 WIB