djourno.id— Di bawah langit cerah Makassar, lebih dari 5.000 kader Partai NasDem berkumpul di Hotel Claro untuk Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I, sebuah panggung politik yang bukan hanya perayaan solidaritas, tetapi juga deklarasi sikap.
Dalam sorotan lampu dan gema pidato, Surya Paloh, Ketua Umum NasDem, menegaskan posisi partainya: mendukung penuh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, namun dengan syarat—objektivitas.
“Dukungan kami tulus, total, bukan basa-basi,” ujarnya saat sambutan pembukaan Rakernas Partai NasDem di Makassar, Jumat (8/8). Suaranya bergema di ruangan penuh semangat, “tapi kami akan kritis jika kebijakan tidak tepat.”
Dukungan yang Tak Sekadar Retorika
Tema Rakernas, “Kemandirian Berpikir untuk Kemajuan Bangsa,” bukanlah sekadar jargon. Bagi NasDem, ini adalah panggilan untuk menyeimbangkan loyalitas koalisi dengan tanggung jawab moral sebagai pengawal kebijakan publik.
Surya Paloh, dengan gestur tegas namun penuh kearifan, mengarahkan kadernya untuk menilai setiap langkah pemerintahan Prabowo dengan lensa objektif.
“Untuk yang baik, katakan, ‘Jalankan, teruskan, Bapak Presiden.’ Jika kurang tepat, jangan ragu bilang, ‘Menurut NasDem, ini perlu diperbaiki bersama’,” katanya, menegaskan bahwa dukungan bukan berarti membabi buta.
Sejak awal, NasDem telah menjadi pilar penting dalam koalisi pendukung Prabowo. Setelah 10 bulan pemerintahan berjalan, komitmen ini diperkuat di Rakernas.
Namun, apa yang membuat sikap NasDem menarik adalah penolakan mereka untuk menjadi sekadar pengikut. “Sepenuh hati berarti berpijak pada fakta objektif dalam kehidupan sehari-hari,” tegas Paloh, seolah mengingatkan bahwa dukungan politik haruslah berakar pada realitas rakyat, bukan ambisi kekuasaan.
Menyeimbangkan Idealisme dan Pragmatisme
Di balik panggung megah Rakernas, ada pertanyaan besar: bagaimana NasDem akan menjalankan peran ganda ini?
Mendukung pemerintahan sambil tetap kritis bukanlah tugas mudah dalam politik Indonesia, yang sering kali dipenuhi kompromi dan transaksi kekuasaan.
Surya Paloh tampaknya menyadari tantangan ini. Dalam pidatonya, ia menyinggung pentingnya menjaga identitas nasional di tengah modernisasi yang kian cepat.
“Kita harus tetap berpijak pada budaya dan kearifan lokal,” katanya, seolah mengisyaratkan bahwa NasDem ingin menjadi penyeimbang—mendukung visi pembangunan Prabowo, seperti program ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga memastikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan tidak tergerus.
NasDem di Panggung Nasional
Rakernas ini bukan hanya soal sikap terhadap Prabowo, tetapi juga cerminan posisi NasDem dalam peta politik nasional.
Baru saja menggelar Kongres III pada akhir Agustus 2024, di mana Surya Paloh kembali terpilih sebagai Ketua Umum, NasDem menunjukkan diri sebagai partai yang ingin tampil beda.
Dengan tema kemandirian berpikir, mereka menolak untuk sekadar menjadi pengikut arus politik.
“Kami bukan partai yang hanya mengangguk-angguk,” kata seorang kader senior di sela acara, yang meminta namanya dirahasiakan. “Kami ingin jadi mitra yang kritis, bukan sekadar pendukung buta.”
Dukungan NasDem terhadap Prabowo juga punya konteks historis. Sejak bergabung dalam koalisi pada awal pemerintahan, partai ini telah menunjukkan komitmennya, termasuk melalui peran menteri-menteri NasDem di kabinet.
Namun, di Rakernas ini, Surya Paloh menegaskan bahwa dukungan itu bukan cek kosong. “Kami akan mendukung kebijakan yang bermanfaat bagi rakyat, tapi akan mengkritik jika tidak sesuai,” ujarnya, sebuah pernyataan yang disambut tepuk tangan meriah.
Tantangan di Depan
Meski penuh semangat, jalan yang ditempuh NasDem tidak akan mulus. Dalam politik Indonesia, partai yang mencoba bermain di dua sisi—mendukung sekaligus mengkritik—sering kali dihadapkan pada risiko.
Di satu sisi, mereka bisa kehilangan kepercayaan dari koalisi jika kritik mereka dianggap terlalu tajam. Di sisi lain, publik bisa mencap mereka tidak konsisten jika kritik hanya berhenti di kata-kata. “NasDem harus membuktikan bahwa ini bukan sekadar gaya politik,” kata Lili Romli. “Masyarakat akan menilai dari tindakan, bukan hanya pidato.”
Sementara itu, kebijakan spesifik Prabowo yang akan didukung atau dikritik oleh NasDem belum diuraikan secara rinci dalam Rakernas. Namun, isu-isu seperti pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan pelestarian budaya lokal menjadi sorotan.
“Kami ingin Indonesia maju tanpa kehilangan jati diri,” kata Paloh, sebuah visi yang sejalan dengan narasi Prabowo tentang kemandirian nasional, tetapi dengan nuansa yang lebih inklusif.
Suara dari Makassar, Gema untuk Indonesia
Saat matahari terbenam di Makassar, Rakernas NasDem bukan hanya tentang deklarasi politik, tetapi juga tentang harapan.
Di tengah sorak sorai kader dan gemerlap acara, Surya Paloh menutup pidatonya dengan nada optimistis: “Mari kita dukung yang baik, perbaiki yang kurang, demi Indonesia yang lebih maju.”
Di persimpangan ini, NasDem mencoba menempatkan diri sebagai mitra yang setia sekaligus pengawas yang kritis—sebuah perby yang penuh risiko, tetapi juga potensi.
Bagi publik, sikap NasDem mungkin akan menjadi cermin. Akankah mereka benar-benar menjadi penyeimbang dalam pemerintahan Prabowo, atau hanya sekadar bagian dari koalisi yang riuh di permukaan? Hanya waktu, dan tindakan nyata, yang akan menjawab.









