Kebijakan yang Berhasil Membawa Ekonomi Indonesia Tumbuh di Atas 8%

- Penulis

Selasa, 29 Juli 2025 - 06:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

djourno.id—Di tengah gejolak dan dinamika ekonomi nasional, ada masa ketika Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang begitu memukau, melesat di atas 8%—bahkan menyentuh 9,1%. Ya, masa itu terjadi pada 1989.

Saat itu, pemerintah dengan digawangi oleh para teknokrat ulung membuat terobosan untuk memangkas regulasi rumit menjadi kunci keberhasilan. Era 1980-an hingga awal 1990-an adalah zaman keemasan pertumbuhan ekonomi Indonesia, didorong oleh kebijakan deregulasi yang berani dan terarah.

Apa rahasia di balik capaian luar biasa ini? Dan bisakah pelajaran dari masa lalu itu menjadi peta jalan bagi Indonesia hari ini?

 

Kejayaan Ekonomi Era Deregulasi

Bayangkan Indonesia di akhir 1980-an: jalanan Jakarta masih jauh dari hiruk-pikuk seperti sekarang, namun roda ekonomi berputar kencang.

Data dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menunjukkan bahwa antara 1986 hingga 1996, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata mencapai 7,8%. Puncaknya, pada 1989, ekonomi melaju 9,1%, diikuti 9% pada 1990.

Investasi pun melonjak luar biasa—14,9% pada 1989 dan mencapai puncaknya 25,3% pada 1990. Angka-angka ini bukan keajaiban, melainkan buah dari kebijakan deregulasi yang diterapkan dengan cerdas oleh pemerintah saat itu.

Mochamad Firman Hidayat, anggota DEN, mengungkapkan rahasia di balik capaian ini dalam acara ‘Aksesi Indonesia dalam OECD untuk Transformasi Ekonomi Berkelanjutan’ di Hotel Pullman, Jakarta, pada 28 Juli 2025.

“Kita pernah mencapai 9% dengan investasi yang tumbuh double digit, bahkan sampai 25% dalam setahun. Apa kuncinya? Deregulasi,” ujarnya dengan nada penuh keyakinan.

Deregulasi, menurut Firman, bukan sekadar kebijakan, tetapi alat transformasi yang membebaskan potensi ekonomi Indonesia dari belenggu birokrasi.

 

Memotong Belenggu Birokrasi

Apa itu deregulasi yang begitu diagungkan? Pada dasarnya, ini adalah upaya pemerintah untuk menyederhanakan regulasi yang selama ini menghambat investasi, perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi.

Pada 1984-1986, pemerintah mulai dengan langkah berani: menyederhanakan administrasi perpajakan dan kepabeanan.

Prosedur yang sebelumnya berbelit-belit, memakan waktu, dan sering kali menjadi ladang korupsi, mulai dilucuti. Hasilnya? Efisiensi meningkat, dan dunia usaha mendapat angin segar.

Pada 1986, prosedur persetujuan investasi disederhanakan, memungkinkan investor—baik domestik maupun asing—untuk masuk dengan lebih mudah.

Dua tahun kemudian, pada 1988, pasar modal ikut direformasi dengan pembentukan pasar sekuritas swasta, membuka peluang baru bagi perusahaan untuk menggalang dana.

Puncaknya, pada 1990, deregulasi perdagangan dilakukan, menghapus hambatan yang selama ini membatasi ekspor dan impor.

“Kita lakukan deregulasi perbankan, pajak, investasi, hingga pasar modal sejak 1980-an hingga awal 1990-an. Itu yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi di atas 7,8%,” jelas Firman.

Baca Juga:  Sinergi Ulama dan Umaro: Mengapa Kebijakan yang Baik Harus Didukung?

Kebijakan ini tak hanya memudahkan pelaku usaha, tetapi juga menciptakan efek domino: investasi melonjak, ekspor meroket, dan lapangan kerja tercipta.

 

Katalis Pertumbuhan

Salah satu kunci sukses deregulasi era itu adalah orientasi ekspor. Pemerintah saat itu memahami bahwa Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada pasar domestik.

Dengan kebijakan yang mendukung ekspor, seperti pengurangan daftar negatif investasi dan fasilitasi tenaga kerja asing, Indonesia mampu menarik investor yang berfokus pada produksi untuk pasar global.

Hasilnya? Ekspor barang melonjak hampir empat kali lipat, didorong oleh deregulasi perdagangan yang memangkas hambatan tarif dan nontarif.

Pada 1990, misalnya, maksimum tarif impor diturunkan drastis dari 225% menjadi 60%. Perizinan impor yang sebelumnya menyulitkan juga disederhanakan, sehingga proporsi impor yang memerlukan izin turun dari 41% menjadi 25% dari total produksi dalam negeri.

Bahkan, monopoli di sektor besi dan plastik dihapuskan, membuka persaingan yang sehat. “Non-tariff barriers turun dari 31% ke 16%. Ini berdampak besar pada ekspor kita,” ungkap Firman.

 

Perjuangan Melawan Kepentingan

Namun, perjalanan menuju deregulasi tidak selalu mulus. Firman mengakui bahwa kebijakan ini memicu respons beragam. Bagi pelaku usaha yang selama ini menikmati kemudahan dari regulasi yang rumit—sering kali karena koneksi atau monopoli—deregulasi adalah ancaman.

“Deregulasi itu tidak mudah. Banyak kelompok yang menikmati hasil dari regulasi rumit berusaha mencegah perubahan ini,” ujarnya.

Di balik keberhasilan deregulasi, ada perjuangan melawan kepentingan yang sudah mengakar. Namun, pemerintah saat itu mampu menunjukkan komitmen kuat untuk reformasi, memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya wacana, tetapi benar-benar diimplementasikan.

Hasilnya, Indonesia tidak hanya mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, tetapi juga membuktikan bahwa keberanian untuk mengubah status quo bisa membawa perubahan besar.

 

Pelajaran untuk Masa Kini

Kisah kejayaan ekonomi Indonesia di era 1980-an hingga awal 1990-an bukan sekadar nostalgia. Di tengah tantangan ekonomi global saat ini—dari ketidakpastian geopolitik hingga perlambatan ekonomi di banyak negara—pelajaran dari masa lalu ini terasa relevan.

Indonesia kini tengah berupaya mempercepat aksesi ke OECD, organisasi yang menaungi negara-negara dengan ekonomi maju. Deregulasi, seperti yang ditekankan Firman, bisa menjadi kunci untuk mengulang keberhasilan masa lalu.

Namun, tantangan hari ini berbeda. Digitalisasi, perubahan iklim, dan dinamika perdagangan global menuntut pendekatan yang lebih cerdas dan adaptif.

Bisakah Indonesia kembali menciptakan keajaiban ekonomi seperti di masa lalu? Mungkin jawabannya terletak pada keberanian untuk memangkas regulasi yang kini kembali membelenggu, sembari memastikan bahwa kebijakan ini selaras dengan kebutuhan zaman.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel djourno.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Antara Infrastruktur dan Kesejahteraan: Strategi Kebijakan AHY Wujudkan Asta Cita
Hapus Tantiem: Langkah Berani Rosan Roeslani Perbaiki Tata Kelola BUMN  
Megawati: PDIP Dukung Kebijakan Prabowo yang Pro Rakyat, Kritisi Penyimpangan
God Works in Mysterious Ways: Debat Pakar atas Kebijakan Abolisi dan Amnesti Prabowo
Di Balik Kebijakan Prabowo Berikan Abolisi dan Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto
Di Balik Kebijakan PPATK Blokir Rekening Nganggur: Perlindungan atau Penyiksaan Rakyat?
Mengapa Hilirisasi Nikel Tidak Akan Berhasil Tanpa Sinkronisasi Kebijakan?
Kebijakan AI Nasional: Peta Strategis Indonesia Menuju Masa Depan Digital

Berita Terkait

Senin, 4 Agustus 2025 - 15:15 WIB

Antara Infrastruktur dan Kesejahteraan: Strategi Kebijakan AHY Wujudkan Asta Cita

Senin, 4 Agustus 2025 - 10:59 WIB

Hapus Tantiem: Langkah Berani Rosan Roeslani Perbaiki Tata Kelola BUMN  

Jumat, 1 Agustus 2025 - 14:25 WIB

God Works in Mysterious Ways: Debat Pakar atas Kebijakan Abolisi dan Amnesti Prabowo

Jumat, 1 Agustus 2025 - 08:37 WIB

Di Balik Kebijakan Prabowo Berikan Abolisi dan Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto

Kamis, 31 Juli 2025 - 09:06 WIB

Di Balik Kebijakan PPATK Blokir Rekening Nganggur: Perlindungan atau Penyiksaan Rakyat?

Berita Terbaru