Kebijakan Berbasis Desa: Lampung Wujudkan Penurunan Kemiskinan

- Penulis

Selasa, 29 Juli 2025 - 13:37 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

djourno.id—Di bawah langit cerah Lampung, kabar gembira datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung.

Pada Maret 2025, angka kemiskinan di provinsi ini turun signifikan sebesar 0,62 poin persentase, dari 10,62% pada September 2024 menjadi 10,00%.

Ini berarti 52.300 warga Lampung berhasil melangkah keluar dari jerat kemiskinan dalam kurun waktu enam bulan.

Penurunan ini, yang menjadi laju penurunan tertinggi kedua di Indonesia setelah Gorontalo, menjadi bukti bahwa strategi pembangunan berbasis desa yang digagas Gubernur Rahmat Mirzani Djausal mulai menunjukkan hasil nyata.

 

Desa Jadi Jantung Perubahan

Data BPS mengungkapkan bahwa penurunan kemiskinan di wilayah pedesaan jauh lebih signifikan dibandingkan perkotaan.

Pada Maret 2025, tingkat kemiskinan di desa turun dari 12,04% menjadi 11,32%, atau setara dengan penurunan 0,71 poin persentase. Sementara itu, di perkotaan, angka kemiskinan hanya turun dari 7,91% menjadi 7,49%, atau sebesar 0,42 poin persentase.

Penurunan yang lebih tajam di pedesaan ini menjadi cerminan keberhasilan program-program berbasis desa, seperti Desaku Maju, yang menjadi andalan Gubernur Mirza.

Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Kominfotik) Lampung, Ganjar Jationo, menyebut capaian ini sebagai bukti efektivitas kebijakan Gubernur Mirza. “Momentum ini akan terus kita pertahankan dengan meluncurkan berbagai program konvergen untuk pengentasan kemiskinan,” ujar Ganjar dengan penuh semangat di sela-sela Rapat Koordinasi Dinas Kominfo se-Provinsi Lampung pada 25 Juli 2025.

 

Garis Kemiskinan: Antara Makanan dan Harapan

BPS mencatat bahwa garis kemiskinan di Lampung pada Maret 2025 mencapai Rp612.451 per kapita per bulan, dengan komponen makanan menyumbang 74,76% (sekitar Rp457.770) dan non-makanan 25,24% (sekitar Rp154.681).

Menariknya, garis kemiskinan di perkotaan (Rp659.660, naik 0,61% dari September 2024) lebih tinggi dibandingkan pedesaan (Rp588.958, naik 3%), mencerminkan biaya hidup yang lebih mahal di kota.

Namun, laju kenaikan garis kemiskinan di pedesaan yang lebih cepat menandakan tantangan inflasi yang lebih signifikan di wilayah tersebut.

Meski demikian, daya beli masyarakat, terutama kelompok terbawah, menunjukkan peningkatan. “Ini berarti, meskipun standar garis kemiskinan naik, masyarakat miskin di desa mulai mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka,” ujar Dody, seorang pejabat BPS Lampung, dalam keterangan pers pada 25 Juli 2025.

Faktor seperti inflasi yang terkendali dan program perlindungan sosial yang tepat sasaran menjadi kunci di balik capaian ini.

 

Pariwisata dan Ekonomi Desa: Mesin Penggerak

Lampung, yang dikenal sebagai “Bumi Ruwa Jurai,” memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata dan pertanian, dua pilar yang menjadi fokus strategi pengentasan kemiskinan.

Pariwisata Lampung, dengan destinasi seperti Pantai Pahawang, Taman Nasional Way Kambas, dan Krakatau Festival, telah menarik lebih dari 7 juta wisatawan pada 2024, menyumbang pendapatan daerah sekitar Rp2,5 triliun.

Gubernur Mirza memanfaatkan potensi ini untuk menciptakan lapangan kerja, terutama bagi masyarakat desa, melalui pelatihan keterampilan dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis pariwisata.

Baca Juga:  Kebijakan Sekolah Swasta Gratis Jakarta: Pemerataan atau Sekadar Pencitraan?

Selain pariwisata, program Desaku Maju menekankan transformasi digital di desa untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM).

“Kami ingin desa tidak hanya menjadi penutup kesenjangan, tetapi juga motor ekonomi baru,” kata Ganjar.

Salah satu inisiatif adalah penguatan kelembagaan transportasi hasil pertanian desa untuk menekan biaya logistik, yang selama ini menjadi beban petani. Dengan logistik yang lebih efisien, pendapatan petani meningkat, dan harga produk di pasar menjadi lebih kompetitif.

Program Koperasi Merah Putih juga menjadi sorotan. Koperasi ini dirancang untuk menjaga nilai tambah ekonomi tetap berada di desa, misalnya melalui pengolahan hasil pertanian menjadi produk bernilai tinggi.

“Koperasi ini memastikan petani tidak hanya menjual bahan mentah, tetapi juga menghasilkan produk olahan yang meningkatkan pendapatan mereka,” jelas Ganjar.

 

Tantangan dan Jalan ke Depan

Meski capaian ini membanggakan, tantangan masih membayangi. Kesenjangan antara desa dan kota tetap menjadi perhatian serius.

Pada Maret 2025, jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 647.550 jiwa, jauh lebih tinggi dibandingkan 239.470 jiwa di perkotaan.

Selain itu, fluktuasi ekonomi nasional dan dinamika sektor pertanian serta perdagangan masih memengaruhi stabilitas pendapatan masyarakat miskin.

BPS juga merilis data Gini Ratio Lampung per Maret 2025 sebesar 0,292, menunjukkan tren positif dalam pemerataan pendapatan.

Namun, angka ini masih mengindikasikan adanya ketimpangan sosial-ekonomi yang perlu diperbaiki.

“Kesinambungan kebijakan berbasis data dan responsif terhadap dinamika lokal adalah kunci,” ujar Kepala BPS Lampung, Ahmadriswan Nasution, dalam rilis resmi pada 25 Juli 2025.

Gubernur Mirza menegaskan bahwa kerja keras tidak boleh berhenti. “Keberhasilan ini harus dijaga dan ditingkatkan dengan sinergi antar program dan lintas sektor,” katanya melalui Ganjar.

Salah satu langkah strategis adalah revitalisasi tambak bermasalah dan penanaman mangrove, yang tidak hanya meningkatkan pendapatan nelayan, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan.

 

Cahaya di Ujung Jalan

Dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Sumatra pada triwulan I 2025 sebesar 5,47% (melampaui rata-rata nasional 4,87% dan regional Sumatra 4,85%), Lampung menunjukkan fondasi ekonomi makro yang kuat.

Capaian ini, ditopang oleh strategi berbasis desa dan kolaborasi lintas sektor, menjadi bukti bahwa Lampung sedang menapaki jalur yang benar.

Namun, perjuangan melawan kemiskinan bukan hanya soal angka. Ini tentang memastikan setiap warga Lampung, dari petani di pelosok desa hingga pedagang di pasar kota, memiliki akses yang adil terhadap peluang ekonomi dan layanan dasar.

Seperti hujan rahmat yang menyuburkan bumi, kebijakan Gubernur Mirza dan semangat kolaborasi masyarakat Lampung menjadi harapan baru bagi masa depan yang lebih sejahtera.

Di Bumi Ruwa Jurai, perubahan bukan lagi mimpi, tetapi kenyataan yang terus digenggam erat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel djourno.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Dari Pendidikan hingga Pangan: Langkah ‘Aisyiyah Jakarta Barat Semai Keluarga Tangguh
Polemik Kebijakan Rombel 50 Siswa: Dikritik Atalia, Dedi Mulyadi Sindir Ridwan Kamil
Mengapa Kepala Daerah Jawa Barat Ramai-ramai Tolak Kebijakan Dedi Mulyadi?
Kebijakan Sekolah Swasta Gratis Jakarta: Pemerataan atau Sekadar Pencitraan?
Ketika Istri Ridwan Kamil Kritik Kebijakan Dedi Mulyadi
Hadapi Gelombang Kemiskinan Baru, Bagaimana Formula Kebijakan Jakarta?
Pagi Terlalu Dini, Malam Terlalu Ketat: Mengapa Kebijakan Dedi Mulyadi Memicu Badai Protes?
Bus Biru, Harapan Baru: Kebijakan Pramono Anung dan Revolusi Transportasi Jakarta

Berita Terkait

Senin, 4 Agustus 2025 - 18:38 WIB

Dari Pendidikan hingga Pangan: Langkah ‘Aisyiyah Jakarta Barat Semai Keluarga Tangguh

Senin, 4 Agustus 2025 - 16:13 WIB

Polemik Kebijakan Rombel 50 Siswa: Dikritik Atalia, Dedi Mulyadi Sindir Ridwan Kamil

Minggu, 3 Agustus 2025 - 14:54 WIB

Mengapa Kepala Daerah Jawa Barat Ramai-ramai Tolak Kebijakan Dedi Mulyadi?

Sabtu, 2 Agustus 2025 - 09:52 WIB

Kebijakan Sekolah Swasta Gratis Jakarta: Pemerataan atau Sekadar Pencitraan?

Jumat, 1 Agustus 2025 - 15:54 WIB

Ketika Istri Ridwan Kamil Kritik Kebijakan Dedi Mulyadi

Berita Terbaru