Bansos Digital: Mengubah Belas Kasihan Menjadi Keadilan Sosial

- Penulis

Rabu, 23 Juli 2025 - 02:59 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Djourno.id – Selama pandemi COVID-19, kita menyaksikan bagaimana bantuan sosial (bansos) menjadi penyangga utama bagi jutaan rumah tangga rentan. Namun kita juga menyaksikan kelemahannya: data yang tumpang tindih, distribusi yang tidak tepat sasaran, hingga manipulasi politik yang menggerogoti kepercayaan publik.

Kini, ketika pandemi telah berlalu, Indonesia menghadapi momentum penting: mereformasi sistem bansos menuju sistem digital yang adil, akurat, dan adaptif.

Evaluasi: Masalah Bukan pada Niat, Tapi pada Sistem

Bansos di Indonesia selama ini dijalankan dengan pendekatan konvensional: berbasis data statis, distribusi manual, dan koordinasi antar-lembaga yang lambat. Basis utamanya, DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), dinilai tak sepenuhnya mencerminkan kondisi riil masyarakat, karena pembaruannya bersifat periodik, bukan real-time.

“Banyak warga yang sebenarnya sudah tidak layak masih terus menerima bantuan, sementara yang benar-benar butuh tidak terdata,” ujar seorang kepala desa di Kabupaten Karawang.

Masalah ini diperparah oleh fragmentasi kebijakan: bansos dikucurkan oleh berbagai kementerian dengan format dan platform yang berbeda, tanpa interoperabilitas. Akibatnya, ada keluarga yang menerima bansos ganda, ada pula yang tidak terjangkau sama sekali.

Solusi: Membangun Sistem Bansos Digital Terintegrasi

Reformasi bansos digital bukan sekadar soal memindahkan proses ke aplikasi, tapi mendesain ulang sistem kesejahteraan agar responsif terhadap dinamika sosial dan ekonomi masyarakat. Berikut lima langkah strategis:

  1. Satu Data Kesejahteraan Nasional (SDKN)
    Pemerintah perlu membangun sistem satu data terpadu, yang terhubung dengan Dukcapil, BPJS, sekolah, dan lembaga keuangan, dengan prinsip real-time update dan verifikasi silang. SDKN harus menjadi rujukan tunggal dalam semua kebijakan bantuan.
  2. Bansos berbasis NIK dan dompet digital
    Mengalihkan skema distribusi ke platform digital (e-wallet) berbasis NIK untuk mempercepat pencairan, meminimalisir kebocoran, dan memungkinkan pelacakan distribusi secara transparan.
  3. Dashboard Keadilan Sosial
    Membangun dashboard publik yang menampilkan data penerima, besaran bantuan, dan indikator kesejahteraan secara terbuka, agar masyarakat bisa ikut mengawasi dan mengevaluasi.
  4. AI untuk deteksi dini kerentanan
    Menggunakan kecerdasan buatan untuk memantau dinamika ekonomi warga (misalnya kehilangan pekerjaan, jatuh miskin tiba-tiba) agar bansos bisa bersifat prediktif, bukan reaktif.
  5. Partisipasi publik berbasis komunitas
    Mengintegrasikan peran RT/RW, komunitas lokal, dan relawan digital untuk memberikan input lapangan yang tidak bisa dibaca hanya dari data statistik.
Baca Juga:  Kemarahan terhadap Bupati Pati: Dari Kebijakan Kontroversial hingga Tuntutan Mundur

“Reformasi bansos bukan hanya soal efisiensi anggaran, tapi juga pemulihan kepercayaan rakyat terhadap negara,” ujar Prof. Sri Adiningsih, ekonom kebijakan dan mantan Ketua Wantimpres.

Langkah Menuju Bansos yang Bermartabat

Negara-negara seperti Brasil dan India telah membuktikan bahwa bansos digital bisa menjangkau lebih banyak orang dengan kesalahan yang lebih sedikit. Program seperti Aadhaar-linked subsidies di India atau Cadastro Único di Brasil menjadi contoh bagaimana teknologi dipakai untuk keadilan sosial.

Indonesia punya modal: ekosistem fintech yang tumbuh, infrastruktur internet yang makin luas, dan SDM digital yang melimpah. Yang dibutuhkan tinggal satu: kemauan politik untuk membangun sistem yang berpihak dan tidak semata-mata reaktif.

 Catatan Djourno:

Bansos yang baik bukan hanya soal siapa menerima, tapi bagaimana negara hadir dengan cara yang adil, efisien, dan bermartabat. Digitalisasi bansos adalah jalan menuju kebijakan sosial yang tidak lagi menunggu keluhan, tapi mendengar lebih awal dan bertindak lebih cepat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel djourno.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Kemacetan TB Simatupang: Noda di Tengah Upaya Pramono Anung Atasi Macet Jakarta
Pramono Pangkas Trotoar TB Simatupang: Solusi Kemacetan atau Pengorbanan Pejalan Kaki?
Pajak Daerah dan Stabilitas Sosial: Antara Ambisi Fiskal dan Gelombang Protes
Warga Jateng Puas Kinerja Ahmad Luthfi di Kesehatan, Tersandung di Lapangan Kerja
Tertekan Dampak Transfer Pusat Dipangkas: Pemerintah Daerah Naikkan Pajak, Picu Protes Besar
Survei Litbang Kompas: Warga Jawa Barat Menanti Solusi Ekonomi dari Dedi Mulyadi
Survei Litbang Kompas: Warga Jawa Barat Kecewa Kinerja Dedi Mulyadi Atasi Lapangan Kerja   
Gelombang Kenaikan Pajak Daerah dan Riak Perlawanan Rakyat
Tag :

Berita Terkait

Rabu, 27 Agustus 2025 - 12:14 WIB

Kemacetan TB Simatupang: Noda di Tengah Upaya Pramono Anung Atasi Macet Jakarta

Minggu, 24 Agustus 2025 - 12:45 WIB

Pramono Pangkas Trotoar TB Simatupang: Solusi Kemacetan atau Pengorbanan Pejalan Kaki?

Jumat, 22 Agustus 2025 - 18:25 WIB

Pajak Daerah dan Stabilitas Sosial: Antara Ambisi Fiskal dan Gelombang Protes

Rabu, 20 Agustus 2025 - 10:10 WIB

Warga Jateng Puas Kinerja Ahmad Luthfi di Kesehatan, Tersandung di Lapangan Kerja

Selasa, 19 Agustus 2025 - 15:22 WIB

Tertekan Dampak Transfer Pusat Dipangkas: Pemerintah Daerah Naikkan Pajak, Picu Protes Besar

Berita Terbaru

Kolom

Warisan Pemikiran Ekonomi Syafruddin Prawiranegara

Jumat, 29 Agu 2025 - 13:28 WIB